Rabu, 09 Maret 2011

makalah campak

PENCEGAHAN PENYAKIT CAMPAK PADA ANAK-ANAK



Dosen Pembimbing

Dr. Hj. Endah Harumi, M.Pd





Disusun oleh:

DAVID ZULHAQI
NIM: P 27820409 051





POLTEKKES DEPKES SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN SIDOARJO
2009-2010


PENCEGAHAN PENYAKIT CAMPAK PADA ANAK-ANAK

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas makalah Bahasa Indonesia
Oleh Dr.Hj.Endah Harumi,m.Pd.





Disusun oleh:

DAVID ZULHAQI
NIM: P 27820409 051


POLTEKKES DEPKES SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN SIDOARJO
2009-2010






HALAMAN PERSETUJUAN


Karya ilmiah oleh: David zulhaqi

Judul: Pencegahan Penyakit Campak Pada Anak-anak











Telah Memenuhi Syarat Oleh:


DOSEN PEMBIMBING


Dr.Hj.Endah Harumi,M.Pd










MOTTO DAN PERSEMBAHAN

”RINTANGAN YANG MENGHADANG BUKANLAH SUATU BEBAN MELAINKAN SUATU TANTANGAN YANG HARUS KITA HADAPI GUNA TERJADINYA SUATU TUJUAN”










KUPERSEMBAHKAN
Untuk ibu-q, ayah-q, mbak vivid, adik-q yang q-sayangi dan seluruh keluarga besar-q dan orang-orang yang selalu mencintaiku
















ABSTRAK

Kata kunci: pencegahan penyakit campak, epidemiologi, penyebab, gambaran klinik, diagnosis, prognosis, dan pengobatan campak.
Dalam makalah inidijelaskan tentang ”pencegahan penyakit campak pada anak-anak”, sehingga bisa dijadikan sebagai pedoman yang penting dalam menyusun asuhan keperawatan. Disini kita dapat mendiagnosis gejala-gejala klinik dari penyakit campak, diantaranya yaitu demam, malaise, myalgia dan sakit kepala, serta mengkaji seluruh penyakit campak tersebut. ”pencegahan penyakit campak pada anak-anak” meliputi pemberian gamma globulin melalui suntikan intra muskuler dengan dosis yang sesuai dengan umur penderita. Pengobatan itu harus diberikan pengobatan sistomatik dan tindakan pencegahan terhadap komplikasi dan infeksi sekunder.

























KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , yang telah memberikan petunjuk serta hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah dengan judul ”Pencegahan penyakit campak pada anak-anak” dengan baik tanpa ada halangan.
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Bahasa Indonesia.
Laporan ini berisi tentang Pencegahan penyakit campak yang banyak menyerang anak-anak. Pencegahan yang efektif ialah dengan cara pemberian gamma globulin atau serum konvalesens dan vaksinasi.
Dengan terselesainya karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan beberapa pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Yth. Ibu Yessy Dessy Arna, S. Kp., M. Kep., Sp. Kom, selaku ketua program studi keperawatan Sidoarjo yang memberi izin tersusunnya karya ilmiah ini.
2. Yth. Ibu. Haji. Endah Harumi, M. Pd, selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah memberikan kritik dan saran yang bermanfaat dalam penyusunan karya ilmiah ini.
3. Teman-teman seangkatan ’09 yang memberi dukungan.
Dalam penulisan karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis ,engharapkan saran para pembaca untuk penyempurnaan karya ilmiah dimasa mendatang. Dan saya berharap penulisan karya ilmiah ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya terutama mahasiswa yang membuat karya ilmiah.

Sidoarjo, 17 Januari 2010


Penulis








DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………………...... ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN …………………………………………….. iii
ABSTRAK …………………………………………………………………….. iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………........................ v
DAFTAR ISI ……………………………………………………........................ vi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Ruang lingkup Masalah ................................................................................... 2
1.3 Pembatasan Masalah ........................................................................................ 2
1.4 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.5 Tujuan Penulisan ............................................................................................... 2
1.6 Manfaat Penulisan .......................................................................................... 3

BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Campak ............................................................................................... 4
2.2 Penyebab Campak …………………………………………............................ 5
2.3 Epidemiologi ………………………………………………………………….. 6

BAB III PEMBAHASAN
3.1 Upaya-upaya Pencegahan Penyakit Campak .................................................... 8
3.2 Gambaran Klinik Penyakit Campak ................................................................ 9
3.3 Pengobatan Penyakit Campak ......................................................................... 1

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 12
4.2 Saran ............................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penyakit campak (measles, morbilli, rubeola) adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, dengan gejala-gejala berupa eksantem akut, demam, radang kataral selaput lendir, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit.
Virus penyebab campak yaitu virus rubeola, mempunyai ukuran diameter 140 milimikron. Virus ini tidak tahan panas (thermolabil), usia paruhmya sekitar 2 jam pada suhu 37 derajat celcius, dan menjadi tidak aktif pada pH dibawah 4,5. kelainan kulit berupa eksantema hanya dapat terjadi pada manusia dan kera. Virus dapat dibiakkan pada berbagai biakan jaringan baik jaringan primata, nonprimata maupun embrio ayam. In vitro, virus ini dapat mengaglutinasi eritrosit kera rhesus dan baboon sehingga dapat dihitung titernya.
Pada campak yang menimbulkan kematian, kelainan patologik yang terjadi disebabkan baik oleh virusnya maupun oleh infeksi sekunder oleh bakteri, misalnya oleh pneumonia yang umumnya interstitial, tetapi juga dapat membentuk eksudat yang purulen didalam alveoli. Virus campak sendiri menimbulkan kelainan-kelainan pada jaringan-jaringan tonsil, faring, dan apendiks, berupa infiltrasi sel subepitel dan sel raksasa berinti banyak (multi nucleated giant cell). Bintik koplik yang khas didapatkan pada bagian dalam dari pipi penderita dan mukosa lainnya didalam romgga mulut, sebenarnya adalah akibat terjadinya infiltrasi sel-sel radang, sel mononuklear pada kelenjar submukosa mulut dan nekrosis pada lesi vestkuler mukosa. Ruang kulit yang terjadi pada campak merupakan hasil proliferasi sel endotel kapiler didalam korium bersama-sama dengan terjadinya eksudasi serum dan kadang-kadang eritrosit kedalam epidermis. Hemokonsentrasi dan albuminuria dapat juga terjadi.

1.2 Ruang Lingkup Masalah
Karya tulis ini meliputi penyakit campak pada orang dewasa, campak yang terjadi pada wnita hamil sehingga terjadi abortus dan yang sering diderita campak pada anak-anak khususnya.

1.3 Pembatasan Masalah
Karya tulis ini hanya menjelaskan pokok-pokok masalah pancegahan penyakit campak pada anak-anak, mulai dari upaya-upaya pencegahan penyakit campak pada anak-anak,cara mengobati penyakit campak, sampai diagnosis dan prognosis pada penyakit campak.

1.4 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit campak?
2. Bagaimana tanda-tanda klinis penderita penyakit campak?
3. Bagaimana proses terjadinya seorang anak yang menderita penyakit campak?

1.5 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui seseorang yang menderita penyakit campak yang disebabkan Oleh virus rubeola.
2. Untuk mengetahui bagaimana cara mengobati penyakit campak yaitu dengan cara pengobatan sistomatik dan tindakan pencegahan terhadap komplikasi dan infeksi sekunder dengan menggunakan anti mikroba.
3. untuk mengetahui cara pencegahan penyakit campak dengan cara pemberian gamma globin dan vaksinasi.

1.6 Manfaat Penulisan
a. Bagi Penulis : - Supaya kita dapat mengetahui penyakit campak yang diderita oleh anak-anak.
b. Bagi Pembaca : - Supaya kita dapat mengetahui betapa pentingnya penyakit campak
- Meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan dan penyakit
c. Bagi Masyarakat : - Supaya masyarakat lebih mewaspadai penyakit campak yang cukup berbahaya.
- Membangun kesadaran masyarakat untuk menerapkan kaidah kesehatan tanpa penyakit.
d. Bagi Instansi Terkait : - Supaya pemerintah lebih memperhatikan penyakit campak pada anak-anak karena penyakit campak dapat menimbulkan kelainan-kelainan pada jaringan-jaringan tonsil, faring, dan apendiks.

- Supaya pemerintah dapat menangani masalah penyakit campak pada anak-anak.
































BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Campak
Campak, rubeola, morbili, atau measles adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular yang disebabkan oleh virus, dengan gejala-gejala berupa eksantem akut, demam, radang kataral selaput lendir, kemudian diikuti erupsimakulo papula yang berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit, atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari pertama sejak munculnya ruam. Campak disebabkan oleh paramikso virus (virus campak). Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak (air borne disease). Rubeola, yang juga disebut campak 10 hari atau campak merah, adalah suatu infeksi saluran napas atas yang terhirup. Masa inkubasi asimto matriknya adalah 7-12 hari sebelum penyakit muncul. Penyakit ini sangat menular, penyakit aktif ditandai oleh gejala-gejala awal (prodromal) yang diikuti oleh ruam.
Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum yang menurun sehingga terjadi anergi (uji tuberkulin yang semula positif menjadi negatif). Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut, ensefalitis, brokopneumonia. Brokopneumonia dapat disebabkan oleh virus morbili atau oleh pneumococcus, steptococcus, staphylococcus. Brokopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih mudah, anak dengan malnutrisi enegi protein, penderita penyakit menahun (misal tuberkulosis), leukemia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan. Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegia, paraplegia, afasia, gangguan mental, neuritis optika, dan ensefilitis. Ensefilitis morbili dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita morbili atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus morbili hidup (ensefilitis morbili akut); pada penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif (immunosuppresive measles encephalopathy) dan sebagai subacute sclerosing panencephalitis (SSPE).
Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah dan sisa defisit neurologis sedikit. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1:1.000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis. SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Penyakit progresif dan fatal serta ditemukan pada anak dan orang dewasa. Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang dan koma. Perjalanan klinis lambat dan sebagian besar penderita meninggal dunia dalam 6 bulan-3 tahun setelah terjadi gejala pertama. Meskipun demikian remisi spontan masih bisa terjadi. Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbili memegang peranan dalam patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili sebelum umur 2 tahun sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun setelah morbili. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi morbili didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian. Kemngkinan menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5-1,1 tiap 10 juta; sedangkan setelah infeksi morbili sebesar 5,2-9,7 tiap 10 juta.

2.2 Penyebab Campak
Virus penyebab campak yaitu virus rubeola, mempunyai ukuran diameter 140 milimikron. Virus ini tidak tahan panas (thermolabil), usia paruhnya sekitar 2 jam pada suhu 37 derajat celcius, dan menjadi tidak aktif pada pH dibawah 4,5. kelainan kulit berupa eksantema hanya dapat terjadi pada manusia dan kera. Virus dapat dibiakkan pada berbagai biakan jaringan baik, jaringan primata, nonprimata, maupun embrio ayam. In vitro, virus ini dapat mengaglutinasi eritrosit kera rhesus dan baboon sehingga dapat dihitung titernya. Imunitas yang terdapat sesudah menderita infeksi dengan virus campak akan berlangsung dalam waktu yang yang lama, dan titer yang tinggi dari anti bodi juga didapatkan pada orang dewasa.imunitas sementara akan diperoleh dengan memberikan serum konvalesen atau gamma globulin. Rendahnya angka kesakitan pada bayi dibawah umur 6 bulan disebabkan oleh karena bayi mendapatkan anti bodi dari ibunya melali plasenta.
Pada campak juga menimbulkan kematian, kelainan patologik yang terjadi disebabkan baik oleh virusnya maupun oleh infeksi sekunder oleh bakteri, misalnya oleh pneumonia yang umumnya interstitial, tetapi juga dapat membentuk eksudat yang purulen didalam alveoli. Virus campak sendiri menimbulkan kelainan-kelainan pada jaringan-jaringan tonsil, faring, dan apendiks, berupa infiltrasi sel subepitel dan sel raksasa berinti banyak (multi nucleated giant cell). Bintik koplik yang khas didapatkan pada bagian dalam dari pipi penderita dan mukosa lainnya didalam romgga mulut, sebenarnya adalah akibat terjadinya infiltrasi sel-sel radang, sel mononuklear pada kelenjar submukosa mulut dan nekrosis pada lesi vestkuler mukosa. Ruang kulit yang terjadi pada campak merupakan hasil proliferasi sel endotel kapiler didalam korium bersama-sama dengan terjadinya eksudasi serum dan kadang-kadang eritrosit kedalam epidermis. Hemokonsentrasi dan albuminuria dapat juga terjadi.

2.3 Epidemiologi
Penyakit ini tersebar luas diseluruh dunia tidak dipengaruhi oleh iklim, ras dan kebangsaan maupun status ekonomi dan sosial. Dinegara-negara dengan 4 musim, epidemi campak biasanya terjadi pada akhir musim dingin setiap 3 tahun sekali pada kelompok populasi yang besar, dan tiap 5-6 tahun sekali pada kelompok populasi kecil. Setiap orang boleh dikatakan peka terhadap campak dan dosis yang sangat kecil dari virus campak dapat membuat seseorang menjadi sakit. Sebagian besar penderita campak adalah anak-anak, sedangkan orang dewasa pada umumnya sudah menderitanya dimasa kanak-kanaknya. Jika epidemi campak berlangsung dalam waktu lama sesudah epidemi campak yang terakhir, orang-orang dewasa dapat terserang penyakit ini. Campak yang terjadi pada wanita yang sedang hamil dapat mengganggu kehamilannya sehingga dapat terjadi abortus.bayi yang baru lahir dapat menderita penyakit campak ini bersamaan dengan ibunya yang sedang sakit. Campak ditularkan secara langsung atau melalui titik-titik cairan berasal dari mata, hidung dan tenggorokan dan menyebar melalui udara pada waktu batuk, bersin atau pada waktu berbicara. Penularan mulai terjadi sejak hari ke-7 sampai ke-11 sesudah tertular virus campak dan mencapai puncak penularannya beberapa saat sebelum terjadi ruam kulit (rash).
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan dapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehinnga si bayi dapat menderita morbili. Bila si ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang akan dilahirkannya tidak mempunyai kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita penyakit ini setelah dilahirkan. Bila seorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus; bila ia menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka ia mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Upaya-upaya Pencegahan Penyakit Campak
1. Gamma Globulin
Pemberian gamma globulin atau serum konvalesens selama masa inkubasi dapat mencegah dan memperingan manifestasi klinik campak. Pemberiannya melalui suntikan intramuskuler dengan dosis yang sesuai dengan umur penderita. Dengan pemberian gamma globulin tidak terjadi imunitas yang efektif, melainkan hanya mengurangi gejala-gejala klinik yang timbul.
2. Vaksinasi
Vaksin yang dibuat dari virus hidup dan dilemahkan sehingga tidak virulen lagi ini diberikan melalui suntikan subkutan. Sebagian dari penerima vaksin akan mengalami infeksi ringan campak tanpa mengalami gangguan pada alat pernapasan dan sistem saraf pusat serta mengalami ruam kulit yang ringan dan tidak tetap. Juga dilakukan dengan pemberian ”live attenuated meales vaccine” mula-mula digunakan strain Edmonston B, tetapi karena ”strain” ini menyebabkan panas tinggi dan eksantem pada hari ke-7 sampai hari ke-10 setelah vaksinasi, maka strain Edmonston B diberikan bersama-sama dengan globulin gamma pada lengan yang lain. Sekarang digunakan starin Schwars dan Moraten dan tidak diberikan globulin gamma. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Pada penyelidikan serologis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan untuk memberikan vaksi morbili tersebut pada anak umur 15 bulan yaitu karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk anti bodi secara baik karena masih ada anti bodi dari ibu. Tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal didaerah endemis morbili dan terdapat banyak tuberkulosis diberikan vaksinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi dilakukan pada umur 15 bulan. Diketahui dari penelitian linnemann dkk. (1982) pada anak yang di vaksinasi sebelum umur 10 bulan tidak di temukan anti bodi; begitu pula setelah revaksinasi kadang-kadang titer anti bodi tidak naik secara bermakna. Diindonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak umur 9 bulan keatas. Vaksin morbili tersebut diatas dapat pula diberikan pada orang yang alergi terhadap telur, karena vaksin morbili ini ditumbuhkan dalam biakkan jaringan-jaringan ayam yang secara antigen ialah berbeda dengan protein telur. Hanya bila terdapat suatu penyakit alergi sebaiknya vaksinasi ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin morbili juga dapat diberikan kepada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat tuberkulostatika. Vaksin morbili tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang sedang mendapatkan pengobatan imunosupresif.

3.2 Gambaran Klinik Penyakit Campak
Sesudah melewati masa inkubasi sekitar 11 hari lamanya, penyakit campak akan menunjukkan gejala-gejala klinik yang jelas berupa demam, malaise, myalgia, dan sakit kepala. Dalam beberapa jam keluhan pada mata akan timbul berupa fotofobia dan rasa panas didalam mata dan mata akan nampak merah, berair dan mengandung eksudat pada kantong konjungtiva. Dalam waktu singkat akan terjadi radang kataral pada saluran pernapasan dengan gejala-gejala bersin-bersin, batuk, dan pilek. Jika laring terserang dapat terjadi gangguan suara berupa serak atau afonia. Pada masa prodromal yang berlangsung 1-4 hari ini petekia pada palatum dan faring atau adnya bintik koplik pada mukosa dapat mengawali terbentuknya ruam kulit. Bintik koplik terdapat lateral dari gigi moral, dikelilingi lingkaran merah mukosa rongga mulut. Bintik ini merupakan tanda yang khas untuk menentukan diagnosis campak, meskipun kadang-kadang tidak dapat ditemukan.
Ruam kulit yang mengikuti gejala-gejala prodromal dapat berlangsung sampai 7 hari. Mula-mula ruam kulit terdapat dibelakang telinga atau muka, lalu menyebar kebawah menutup seluruh badan dan akhirnya mencapai ekstremitas. Telapak tangan dan telapak kaki biasanya tidak menunjukkan adanya ruam kulit tersebut. Demam pada campak mirip dengan demam pada tifoid, meningkat cepat sehingga mencapai diatas 39 derajat celcius dan berlsngsung selama 6 hari. Selama masa febris ini, batuk-batuk dan gejala dari bronkiolitis tampak nyata. Batuk merupakan bentuk gejala yang paling akhir menghilang. Penderita-penderita yang tidak mendapatkan perawatan dan makanan yang baik dan kurang beristirahat mungkin akan mengalami berbagai kompikasa misalnya infeksi telinga, pneumonia, bronkitis dan ensefalitis. Bila demam yang tinggi tetap berlangsung lebih dari 3 hari sesudah ruam kulit mulai terbentuk, atau jika demam menurun kemudian meningkat kembali, ini merupakan suatu tanda bahwa telah terjadi komplikasi.
Penyakit ini dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
1. Stadium kataral (prodromal)
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotofoia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah.
2. stadium erupsi
koriza dan bauk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak koplik. Terjadi eritma yang berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul di belakang telinga, dibagian atas lateral tekuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya.


3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering di temukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi.suhu meurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.

3.3 Pengobatan Penyakit Campak
Tidak ada pengobatan yang spesifik untu campak. Pengobatan yang di berikan adalah pengobatan simtomatik dan tindakan pencegahan terhadap komplikasi dan infeksi sekunder dengan menggunakan antimikroba.

Pengobatan simtomatik
Tanpa komplikasi, istirahat di tempat tidur akan mempercepat penyembuhan penderita. Pemberian kodein dapat mengurangi sakit kepala dan nyeri otot, selain itu juga dapat mencegah batuk penderita. Berikan juga analgesik dan antipiretik. Berikan diet yang bergizi tinggi dan sebaiknya ruang tidur penderita tidak terlalu terang oleh karena adanya fotofobia.

Pengobatan Pencegahan Dengan Antimikroba
Perjalanan penyakit campak yang tanpa komplikasi tidak di pengaruhi oleh pemberian antimikroba. Jika terjadi infeksi sekunder dengan kuman pneumococcus atau beta hemolytic streptococcus, pemberian penicilin atau tetrasiklin dengan dosis penuh dapat mencegah kematian oleh infeksi sekunder tersebut. Terutama penderita campak yang juga sedang menderita infeksi kronik lain, anak-anak bayi maupun orang-orang berusia lanjut dan penderita campak yang mudah di tulari penyakit infeksi lainnya misalnya yang dirawat di ruang menular, perlu di berikan obat-obatan antimikroba.






















BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Campak (measles, morbili, rubeola) adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang di sebabkan oleh virus, dengan gejala-gejala berupa eksantem akut, demam, radang kataral selaput lendir, kemudian diikuti erupsi makulo-papula yang berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit. Penyebab campak diantaranya yaitu virus rubeola, yang mempunyai ukuran diameter 140 milimikron. Kelainan kulit berupa eksantema hanya dapat terjadi pada manusia. Gejala-gejala yang di derita ialah panas badannya lebih tinggi dari flu biasa, malaise, myalgia, dan sakit kepala. Pengobatan pencegahan dengan antimikroba. Biasanya perjalanan penyakit campak yang tanpa komplikasi tidak dipengaruhi oleh pemberian antimikroba. Jika terjadi infeksi sekunder dengan kuman pneumococcus atau beta hemolitic streptococcus, pemberian penisilin atau tetra siklin dengan dosis penuh dapat mencegah kematian oleh infeksi sekunder tersebut. Terutama penderita campak yang juga sedang menderita infeksi kronik lain.

4.2 Saran
Sebaiknya pemberian gamma globulin melalui suntikan intramuskuler dengan dosis yang sesuai dengan umur penderita. Penggunaan penicilin dan tetra siklin untuk pencegaha yang diberikan pada awal dari penyakit atau yang diberikan jika terjadi infeksi sekunder sangat menurunkan jumlah kematian. Pengobatan yang harus diberikan adalah pengobatan sistomatik dan tindakan pencegahan terhadap komplikasi dan infeksi sekunder sehingga penyakit campak pada anak – anak dapat terobati dan dapat dicegah.







DAFTAR PUSTAKA

Soedarto, Dr. Penyakit- penyakit infeksi di indonesia. Jakarta: Widya medika, 1990.
J. Corwin Elizabeth, 1997, Buku Saku Patofisioloogi, EGC, Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Dua, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hormon T3 dan T4

BAB IBAB I PENDAHULUAN
Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh tetap normal. Jika terganggu, akan terjadi masalah kesehatan, termasuk penyakit gondok. Fungsi kelenjar gondok yang membesar dan metabolisme tubuh yang meningkat (hipermetabolisme) juga terkadang disertai kelelahan, jari-jari gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya goiter atau penyakit gondok memang terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang letaknya di depan leher di bawah jakun. Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid yang fungsinya mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh seseorang. Jika kelenjar kurang aktif memproduksi hormon, terjadilah defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu aktif, hormon yang dihasilkan akan berlebihan. Dua kondisi ketidaknormalan ini memicu perbesaran kelenjar yang hasil akhirnya antara lain penyakit gondok (struma endemik). Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia, dan tersebar hampir di seluruh provinsi. Survei Pemetaan GAKY tahun 1997/1998 menemukan 354 kecamatan di Indonesia merupakan daerah endemik berat.,16 Kekurangan iodium ini tidak hanya memicu pembesaran kelenjar gondok, bisa juga timbul kelainan lain seperti kretinisme (kerdil), bisu, tuli, gangguan mental, dan gangguan neuromotor. Untuk itu, penting menerapkan pola makan sadar iodium sejak dini. BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Struma endemik Struma endemik adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran kelenjar thyroid yang terjadi pada suatu populasi, dan diperkirakan berhubungan dengan defisiensi diet dalam harian8,9,12 gambar: nodul tiroid9 2.2 Epidemologi Endemik goiter diperkirakan terdapat kurang lebih 5% pada populasi anak sekolah dasar/preadolescent (6-12 tahun), seperti terbukti dari beberapa penelitian. Goiter endemik terjadi karena defisiensi yodium dalam diet. Kejadian goiter endemik sering terjadi di derah pegnungan, seperti di himalaya, alpens, daerah dengan ketersediaan yodium alam dan cakupan pemberian yodium tambahan belum terlaksana dengan baik.6 2.2 Embriologi Kelenjar thyroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara bronchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersenbut timbul divertikulum yang kemudian membesar, tumbuh kearah bawah mengalami migrasi ke bawah yang akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas akan berbentuk sebagai duktus tiroglosus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah.2,34,5,7,8 2.3 Anatomi Kelenjar Tiroid Glandula thyroid terletak di bagian depan dan samping leher, kurang lebih setinggi vertebra cervicalis V sampai cervicalis VII. Berat rata-rata 20-30 gram. glandula thyroid memiliki selubung rangkap yang lansung melekat pada massa kelenjar di sebut capsula fibrosa, sedangkan lapisan luar di bentuk dari lamina pretrakealis fascia cervical. Selubung yang merupakan lapisan luar tersebut juga menghubungkan Mm. Infrahyoidea, dan di sebelah belakang membungkus trakea, oesophagus dan N. Laryngeus recuren1. Glandula thyroidea difiksasi oleh struktur berikut : 1. Berkas jaringan ikat yang menghubungkan kapsula dengan selubung lapisan luar 2. Penebalan-penebalan jaringan ikat pada selubung yang menghubungkan glandula thyroidea dengan trakea dan kartilago thyroid dan krikoid. Struktur ini disebut ligamentum thyroidea 3. Jaringan ikat pembungkus arteria thyroidea dan vena thyroidea. Glandula thyroidea bila dilihat dari depan, berbentuk kurang lebih seperti huruf H atau U, kelenjar ini terdiri atas dua lobus yang disebut lobus dextra dan lobus sinistra, kedua lobus tersebut di hubungkan oleh jaringan di tengah yaitu isthmus glandula thyroidea. Setiap lobus mempunyai apex, basis dan tiga permukaan, apex menghadap ke atas dan belakang, terletak diantara M. Sternothyroideus dan M. Constrictor pharyngeus inferior. Basis menghadap ke bawah dan medial, sedangkan permukaan lateral (fecies lateralis) tertutup oleh M. Sternohyodeus, M. Sternothyroideus dan M. Omohyoideus. Facies medialis berhubungan dengan larynx (M. Cricothyroideus) dan trakea, pharynx (m. Contrictor pharyngeus inferior) dan oesophagus maupun n. Laryngeus externa dan n. Laryngeus recurens. Facies posterior berhubungan dengan vagina carotica dengan isinya, juga Mm. Prevertebralis, truncus symphaticus dan sisi medial dengan galandula pharathyroidea. Isthmus glandula thyroidea merupakan massa kelenjar yang besar dan bentuknya variabel, dan menghubungkan bagian bawah kedua lobus dekstra dan sinistra Lobus pyramidalis adalah suatu bagian glandula thyroidea yang tidak selalu ada, yang bila terdapat mengarah keatas, pada umumnya mulai dari isthmus sebelah kiri naik keatas menghubungkan diri dengan os hyoideum melalui berkas jaringan ikat atau jaringan otot1. Vaskularisasi Kelenjar hyroidea mempunyai vaskularisasi 1. A. Thyroidea superior, yang merupakan cabang dari A. Carotis eksterna, pada apeks lobus lateralis. 2. A. Thyroidea inferior, yang merupakan cabang dari truncus thyrocervicalis dari A. Subclavia. Arteri ini mencapai kelenjar dari bagian bawah dan sisi belakang lobus lateral, lalu menembus selubung kelenjar dan pecah dalam cabang-cabangnya. 3. A. Thyroidea ima, adalah arteri yang tidak selalu ada, dan merupakan cabang dari truncus brachiochepalicus.1 Gambar: anatomi kelenjar tiroid 2.4 Biosintesa Hormon Tiroid Pada usia dewasa berat kelenjar tyroid kira-kira 20 gram. secara mikroskopis terdiri atas banyak kelenjar folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 µm. Dinding folikel terdiri selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke lumen, sedangkan basisnya menghadap kearah membran basalis. Folikel-folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk lobus yang mendapat darah dari end arteri. Setiap folikel berisi cairan pekat, koloid, sebagian besar terdiri atas protein, khususnya glikoprotein tiroglobulin (bm:650.000). Setiap molekul tiroglobulin (19 S Svedbeerg) mengandung 115 sisa tirosin dan terdiri atas subnit 8 S yang diyodinasi selama dan sesudah agregai trombosit. Kelenjar ini mengadung molekul 4 S, sejenis albumin dan mengadung khususnya monoiodotirosin (MIT) dan diidotirosin (DIT). Dengan sendirinya pada keadaan tertentu, dimana ada kebocoran kelenjar, protein bound iodine (PBI) dan bukan sebagai tiroksin. Hormon utama yaitu tiroksin (T4), triiodotironin (T3) tersimpan juga dalam koloid sebagai bagian dari molekul tiroglobulin. Hormon ini hanya akan dibebaskan apabila ikatan dengan tirogloblin ini dipecah oleh enzim khsus.3,4. Hormon tiroid sangat istimewa karena mengandung 59-5% lemen yodium. Hormon T4 dan T3 berawal dari yodinasi cincin fenol residu tirosin yang ada di tiroglobulin. Awalnya berbentuk mono- dan diiodotirosin yang kemudian mengalami proses penggandengan (coupling) menjadi T3 dan T4.(2,4) gambar : Struktur hormon tiroid2. Proses biosintesis hormon tiroid secara skematis dapat dilihat dalam 7 tahap, sebagian besar distimulasi oleh TSH, yaitu tahap a. Tahap trapping b. Tahap oksidasi c. Tahap coupling d. Tahap storage e. Tahap deyodinasi f. Tahap proteolisis g. Tahap pengeluaran a. Tahap trapping. Pompa yodida terdapat pada bagian basal folikel, yang dalam keadaan basal berhubungan dengan pompa Na/K, tetapi tidak dalam keadaan aktif. Pompa ini bersifat energy dependent, dan membutuhkan ATP, daya konsentrasinya dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum darah3,4. Yodida bersama dengan natrium diserap oleh transporter yang terletak di membran plasma basal sel folikel. Protein transporter ini disebut sodium iodine symporter (NIS), berada di membran basal, dan kegiatannya tergantung adanya energi, membutuhkan O2 yang di dapat dari ATP. Proses ini di stimulus oleh TSH sehingga mampu meningkatkan konsentrasi yodium intrasel 100-500 kali lebih tinggi dibanding kadar ektrasel. Hal ini dipengaruhi juga oleh tersedianya yodium dan aktivitas tyroid, beberapa bahan seperti tiosianat (SCN) dan perklorat (Cl04-) justru menghambat proses ini dengan urutan kekuatan sebagai berikut : Tc04 SeCN, NO2, Br. Baik TcO4 maupun perklorat secara klinis dapat digunakan dalam memblok uptake yodida dengan cara inhibisi kompetitif pada pompa yodium3,4. b. Tahap oksidasi Sebelum yodida dapat digunakan dalam sintesa hormon, yodida harus dioksidiasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh enzim peroksidase. Bentuk aktif ini diperkirakan ion yodium atau sulfonil yodida group, dimana hidrogen peroksidasenya berasal dari NADH sitokrom B5 reduktase atau NADH sitokrom C reduktase. Yodium ini akan bergabung dengan sisa tirosin atau monoyodotirosin yang ada dalam molekul tiroglobulin. Enzim ini dibuat di aparatus golgi dan dikeluarkan ke dalam vesikel ke arah apeks sel dalam bentuk non aktif. Baru di apekslah enzin ini diaktifkan sehingga proses cepat berlanjut3,4. c. Tahap coupling Masih di dalam rangka molekul tiroglobulin, disamping yodinasi maka pada residu tirosil juga terjadi reaksi coupling sebagai usaha membentuk hormon tiroid. Secara intramolekular T3 dan T4 dibentuk dengan pertolongan reaksi coupling radikal bebas MIT dan DIT. Preparat tiourea masih juga bekerja di tahap ini3,4. Tiroglobulin satu gikprotein 660kDa disintesis di retiulum endoplasmik tiroid dan glikosilsinya diselesaikan di aparat golgi. Hanya molekul Tg tertentu (folded molecule) mencapai membran apikal, dimana peristiwa selanjutnya terjadi. Adapun protein kunci lain yang akan berperan adalah tiroperoksidase (TPO). Proses diapeks melibatkan iodide, Tg, TPO dan hidrogen peroksidase (H2O2). Tg dioksidasi oleh H2O2 dan TPO yang selanjutnya menempel pada residu tirosil yang ada dalam rantai peptida Tg, membentuk 3-monoiodotiroksin (MIT) atau 3,5-diidotirosin (DIT). Kemudian, dua molekul DIT ( masih berada dan merupakan bagian dari Tg) menggabungkan grup diiodofenil DIT, donor, dengan DIT akseptor dengan perantaraan diphenyl ether link. Dengan cara yang sama dibentuk T3 dari donor MIT dengan aseptor DIT3,4 d. Tahap penimbunan Sesudah pembentukan hormon selesai, Tg disimpan di ekstrasel yaitu di lumen folikel tiroid. Umumnya sepertiga yodium disimpan sebagai T3 dan T4 dan sisanya dalam MIT dan DIT. Bahan koloid yang ada dalam lumen sebagian besar terdiri dari Tg. Koloid merupakan tempat untuk menyimpan hormon maupun yodium, yang akan dikeluarkan apabila dibutuhkan.3,4 e. Tahap yodinasi Yodotirosin yang terbentuk dan tidak akan digunakan sebagai hormon akan mengalami deyodinasi menjadi tiroglobulin, residu, dan yodida kembali. Deyodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian unsur yodium. Problem ini menjadi amat kritis apabila yodium tersedia secara terbatas.3,4 f. Tahap proteolisis Tiroglobulin dari koloid harus melalui sel tiroid sebelum sampai ke sirkulasi, peristiwa ini dimulai dengan pembentukan vesikel oleh ujung vili ( atas pengaruh thyroid stimulating hormone) menjadi tetes koloid peristiwa ini disebut juga endositosis. Atas pengaruh TSH juga lisosom akan mendekati tetes koloid ini, menggabung sehingga terlepaslah secara bebas MIT, DIT, T3 dan T4 dari tiroglobulin oleh enzim hidrolitik lisosom tadi. Kemudian yodotirosin ( MIT,DIT) akan mengalami deyodinasi, sedangkan yodotirosin ( T3,T4) dikeluarkan dari sel sebagai hormon.3,4 g. Tahap pengeluaran Pengeluaran hormon dimulai dengan terbentuknya vesikel endositotik di ujung vili (atas pengaruh TSH berubah menjadi tetes koloid) dan digesti Tg oleh enzim endosom dan lisosom. Enzim proteolitik utama adalah endopeptidase katepsin C,B dan L, dan beberapa eksopeptidase. Hasil akhir ialah dilepaskan T4 dan T3 (yodotironin) bebas ke sirkulasi, sedangkan Tg-MIT dan Tg-DIT (yodotirosin) tidak dikeluarkan tetapi mengalami deiodinasi oleh yodotirosin deyodinase, dan iodidanya masuk kembali ke simpanan yodium intratiroid (intrathyroidal pool) sebagai upaya untuk konservsi yodium. Produksi sehari T4 kira-kira 80-100µg, 30-40% T3 endogen berasal dari konversi ekstra tiroid T4 menjadi T33,4. Gambar: sintesis hormon tiroid2 2.5 Pengaturan Faal tiroid Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid ini: a. TRH ( thyrotrophin releasing hormone): hormon ini merupakan tripeptida, yang telah dapat disintesis, dan dibuat di hipotalamus. TRH ini melewati median eminence, tempat ia disimpan dan kemudian dikeluarkan lewat sistem hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hifofisis. Akibat TSH meningakat. Belum jelas apakah ada short negative feedback TSH pada TRH. Meskipun tidak ikut menstimuli keluarnya growth hormone dan ACTH, tetapi TRH ini menstimulasi pula keluarnya prolaktin, kadang-kadang juga folikel FSH dan LH. Apabila TSH naik dengan sendirinya kelenjar tiroid terangsang menjadi hiperplasia dan hiperfungsi. b. TSH ( thyroid stimulating hormone). Suatu glikoprotein yang terbentuk oleh dua subunit (alfa dan beta). Subunit alfa sama seperti glikoprotein (TSH, LH, FSH dan HCG) dan penting untuk kerja hormon secara aktif, tetapi subunit beta adalah khusus untuk setiap hormon. TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor di permukaan sel tiroid ( TSH-receptor-TSH-R) dan terjadilahlah efek hormonal sebagai kenaikan trapping, peningkatan yodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon meningkat. c. Umpan balik sekresi hormon. Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik ditingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas yang berperan dan bukannya hormon yang terikat. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH. d. Pengaturan ditingkat kelenjar tiroid sendiri. Produksi hormon juga diatur juga oleh kadar yodium intra tiroid. Gangguan yodinasi tirosin dengan pemberian banyak disebut fenomena wolf-chaikoff scape, yang terjadi karena mengurangnya afinitas trap yodium sehingga kadar intra tiroid mengurang. 2,3,4,5 Gambar : hubungan hipotalamus-hipofise dan kelenjar tiroid 2.6 Gejala Klinis struma endemik Tidak semua struma endemik menimbulkan gejala klinis, gejala yang terjadi bisa berupa: • Pembesaran pada leher yang dapat mengganggu nilai penmpilan • Rasa tercekik di tenggorokan • Batuk • Suara serak • Kesulitan menelan • Kesulitan bernafas15 2.6 Pemeriksaan fungsi tiroid Banyak sekali pemeriksaan fungsi tiroid, baik yang mengukur fungsi tiroid langsung ataupun tidak langsung. Beberapa yang dapat dipakai : a. Pemeriksaan basal metabolik rate (BMR) Pemeriksaan ini dapat menentukan fungsi metabolisme apakah ada hubungannya dengan hipotiroid, eutiroid atau hipertiroid. Untuk tonjolan tunggal manfaatnaya kurang, karena umumnya kasus-kasus ini eutiroid. Bila ada hipertiroid pada tonjolan tunggal tiroid, hal ini dapat disebabkan adenoma toksik atau nodul otonom, yang merupakan indikasi untuk operasi. b. Pemeriksaan T3 dan T4 Thyroxine dan triodothyronin adalah hormon yang dihasilkan tiroid dan berfungsi untuk metabolisme. Peninggian kedua jenis hormon ini ataupun salah satunya dapat meningkatkan fungsi tiroid dan sebaliknya. Penggunaan pemeriksaan ini pada penatalaksanaan tonjolan tunggal pada tiroid manfaatnya lebih kurang seperti pada pemeriksaan BMR. c. Pemeriksaan antibodi untuk penyakit-penyakit autoimun. d. Pemeriksaan patologik pada bahan berasal dari biopsi jarum. e. Pemeriksaan kadar TSH Sintesis TSH dihipnotis dan sekresinya ke sirkulasi perifer berada di bawah kontrol positif hipotalamus-hipofisis intak, kadar TSH serum secara langusng menggambarkan kerja hormon tiroid pada sel-sel tirotrop hipofisis. Dengan asumsi kerja hormon tiroid pada sel-sel tirotrop sama dengan kerjanya pada sel-sel organ-organ lain, maka sebenarnya kadar TSH akan juga menggambarkan status tiroid secara keseluruhan. Selanjutnya bila terjadi kenaikan atau penurunan kadar hormon tiroid (terutama T4 bebas) sedikit saja, akan terjadi penglepasan TSH yang berbanding terbalik sekitar 10 kali. Fakta ini memperkuat pendapat bahwa TSH tidak selalu tepat menggambarkan status tiroid sesaat. Misalnya setelah pengobatan hipertiroidisme atau hipotiroidisme dan terjadi perubahan mendadak kadar hormon tiroid, maka diperlukan waktu berminggu-minggu agar keseimbangan T4 bebas dan TSH pulih kembali. Pada pemeriksaan di atas tidak mutlak harus dikerjakan; pemeriksaan dapat dipilih menurut kepentingannya dengan melihat keadaan klinik. Gambar : Photomicrograph of multinodular goiter H&E X 40.10 2.6 Penatalaksanaan 1. Fortifikasi Fortifikasi pangan adalah penambahan bahan atau zat gizi (nutrien) ke bahan pangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. harus diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan defisiensi, dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosioekonomi. Namun demikian, fortifikasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya. Istilah double fortijication dan multiple fortification digunakan apabila 2 atau lebih zat gizi ditambahkan, masing-masing ditambahkan kepada pangan atau campuran pangan. Pangan pembawa zat gizi yang ditambahkan disebut ‘Vehicle’, sementara zat gizi yang ditambahkan disebut ‘Fortificant ‘. Secara umum fortifikasi pangan dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan berikut: • Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk memperbaiki defisiensi akan zat gizi yang ditambahkan). • Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang siqnifikan dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama pengolahan. • Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang digunakan sebagai sumber pangan bergizi misal : susu formula bayi. • Untuk menjamin equivalensi gizi dari produk pangan olahan yang menggantikan pangan lain, misalnya margarin yang difortifikasi sebagai pengganti mentega . Fortifikasi Yodium Defisiensi Yodium dihasilkan dari kondisi geologis yang irreversibel, itu sebabnya penganekaragaman makanan dengan menggunakan pangan yang tumbuh di daerah dengan tipe tanah dengan menggunakan pangan yang sama tidak dapat meningkatkan asupan Yodium oleh individu ataupun komunitas. Diantara strategistrategi untuk penghampusan GAKI, pendekatan jangka panjang adalah fortifikasi pangan dengan Yodium. Sampai tahun 60an, beberapa cara suplementasi yodium dalam tes, yang telah diusulkan berbagai jenis pangan pembawa seperti garam, roti, susu, gula, dan air telah dicoba, Iodisasi garam menjadi metode yang paling umum yang diterima di kebanyakan negara di dunia sebab garam digunakan secara luas dan serangan oleh seluruh lapisan masyarakat. Prosesnya adalah sederhana dan tidak mahal. Fortifikasi yang biasa digunakan adalah Kalium Yodida (KI) dan Kalium Iodat (KID3). Iodat lebih stabil dalam ‘impure salt‘ pada penyerapan dan kondisi lingkungan (kelembaban) yang buruk penambahan tidak menambah warna, penambahan dan rasa garam. Negara-negara yang dengan program iodisasi garam yang efektif memperlihatkan pengurangan yang berkesinambungan akan prevalensi GAKI.6 Pembedahan pada tonjolan tiroid Bila tonjolan tiroid sudah diputuskan, dilakukan pembedahan yang pada prinsipnya melakukan pembuangan jaringan tiroid sesedikit-sedikitnya pada kelainan non neoplasma, dan secukupnya pada kelainan neoplasma. Untuk melaksanakan hal ini perlu dibantu dengan pemeriksaan potong beku, meskipun hal ini selalu tidak selalu dapat dilakukan karena kesulitan tehnik ataupun kesukaran diagnostik. Dilakukan lobektomi, subtotal pada tonjolan bersangkutan dan jaringan diperiksa dengan cara potong beku (frozen section). Bila hasilnya kelainan non neoplasma, luka operasi ditutup. BAB III PENUTUP Struma endemik merupakan penyakit yang banyak terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia, penyakit ini banyak terjadi karena defisisnesi yodium dalam diet, defisiensi bisa terjadi karena faktor geografis dan karena faktor ekonomi. Faktor geografis mempengaruhi struma terlihat dengan tingginya angka struma endemik di daerah pegunungan, ini dikarenakan di daerah pegunungan kandungan yodium dalam tanah sangat sedikit karena struktur tanah yang berkapur, sehingga tanaman di daerah ini sedikit mendapat yodium, untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan program fortifikasi yodium pada bahan makana, yang terbanyak adalah pada garam dapur. Defisiensi karena faktor ekonomi dikarenakan daya beli masyarakat yang sangat rendah, ini dikarenakan bahan makan yang mahal dan bahan makanan yang mendapat fortifikasi yodium mempunyai nilai jual yeng lebih mahal. Dalam menangangi struma endemik perlu dilakukan program yang lintas sektoral, yaitu sektor kesehatan, pertanian, ekonomi dan perindustrian, dengan demikian masalah struma endemik di indonesia bisa di kurangi. PENDAHULUAN Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh tetap normal. Jika terganggu, akan terjadi masalah kesehatan, termasuk penyakit gondok. Fungsi kelenjar gondok yang membesar dan metabolisme tubuh yang meningkat (hipermetabolisme) juga terkadang disertai kelelahan, jari-jari gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya goiter atau penyakit gondok memang terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang letaknya di depan leher di bawah jakun. Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid yang fungsinya mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh seseorang. Jika kelenjar kurang aktif memproduksi hormon, terjadilah defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu aktif, hormon yang dihasilkan akan berlebihan. Dua kondisi ketidaknormalan ini memicu perbesaran kelenjar yang hasil akhirnya antara lain penyakit gondok (struma endemik). Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia, dan tersebar hampir di seluruh provinsi. Survei Pemetaan GAKY tahun 1997/1998 menemukan 354 kecamatan di Indonesia merupakan daerah endemik berat.,16 Kekurangan iodium ini tidak hanya memicu pembesaran kelenjar gondok, bisa juga timbul kelainan lain seperti kretinisme (kerdil), bisu, tuli, gangguan mental, dan gangguan neuromotor. Untuk itu, penting menerapkan pola makan sadar iodium sejak dini. BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Struma endemik Struma endemik adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran kelenjar thyroid yang terjadi pada suatu populasi, dan diperkirakan berhubungan dengan defisiensi diet dalam harian8,9,12 gambar: nodul tiroid9 2.2 Epidemologi Endemik goiter diperkirakan terdapat kurang lebih 5% pada populasi anak sekolah dasar/preadolescent (6-12 tahun), seperti terbukti dari beberapa penelitian. Goiter endemik terjadi karena defisiensi yodium dalam diet. Kejadian goiter endemik sering terjadi di derah pegnungan, seperti di himalaya, alpens, daerah dengan ketersediaan yodium alam dan cakupan pemberian yodium tambahan belum terlaksana dengan baik.6 2.2 Embriologi Kelenjar thyroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara bronchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersenbut timbul divertikulum yang kemudian membesar, tumbuh kearah bawah mengalami migrasi ke bawah yang akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas akan berbentuk sebagai duktus tiroglosus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah.2,34,5,7,8 2.3 Anatomi Kelenjar Tiroid Glandula thyroid terletak di bagian depan dan samping leher, kurang lebih setinggi vertebra cervicalis V sampai cervicalis VII. Berat rata-rata 20-30 gram. glandula thyroid memiliki selubung rangkap yang lansung melekat pada massa kelenjar di sebut capsula fibrosa, sedangkan lapisan luar di bentuk dari lamina pretrakealis fascia cervical. Selubung yang merupakan lapisan luar tersebut juga menghubungkan Mm. Infrahyoidea, dan di sebelah belakang membungkus trakea, oesophagus dan N. Laryngeus recuren1. Glandula thyroidea difiksasi oleh struktur berikut : 1. Berkas jaringan ikat yang menghubungkan kapsula dengan selubung lapisan luar 2. Penebalan-penebalan jaringan ikat pada selubung yang menghubungkan glandula thyroidea dengan trakea dan kartilago thyroid dan krikoid. Struktur ini disebut ligamentum thyroidea 3. Jaringan ikat pembungkus arteria thyroidea dan vena thyroidea. Glandula thyroidea bila dilihat dari depan, berbentuk kurang lebih seperti huruf H atau U, kelenjar ini terdiri atas dua lobus yang disebut lobus dextra dan lobus sinistra, kedua lobus tersebut di hubungkan oleh jaringan di tengah yaitu isthmus glandula thyroidea. Setiap lobus mempunyai apex, basis dan tiga permukaan, apex menghadap ke atas dan belakang, terletak diantara M. Sternothyroideus dan M. Constrictor pharyngeus inferior. Basis menghadap ke bawah dan medial, sedangkan permukaan lateral (fecies lateralis) tertutup oleh M. Sternohyodeus, M. Sternothyroideus dan M. Omohyoideus. Facies medialis berhubungan dengan larynx (M. Cricothyroideus) dan trakea, pharynx (m. Contrictor pharyngeus inferior) dan oesophagus maupun n. Laryngeus externa dan n. Laryngeus recurens. Facies posterior berhubungan dengan vagina carotica dengan isinya, juga Mm. Prevertebralis, truncus symphaticus dan sisi medial dengan galandula pharathyroidea. Isthmus glandula thyroidea merupakan massa kelenjar yang besar dan bentuknya variabel, dan menghubungkan bagian bawah kedua lobus dekstra dan sinistra Lobus pyramidalis adalah suatu bagian glandula thyroidea yang tidak selalu ada, yang bila terdapat mengarah keatas, pada umumnya mulai dari isthmus sebelah kiri naik keatas menghubungkan diri dengan os hyoideum melalui berkas jaringan ikat atau jaringan otot1. Vaskularisasi Kelenjar hyroidea mempunyai vaskularisasi 1. A. Thyroidea superior, yang merupakan cabang dari A. Carotis eksterna, pada apeks lobus lateralis. 2. A. Thyroidea inferior, yang merupakan cabang dari truncus thyrocervicalis dari A. Subclavia. Arteri ini mencapai kelenjar dari bagian bawah dan sisi belakang lobus lateral, lalu menembus selubung kelenjar dan pecah dalam cabang-cabangnya. 3. A. Thyroidea ima, adalah arteri yang tidak selalu ada, dan merupakan cabang dari truncus brachiochepalicus.1 Gambar: anatomi kelenjar tiroid 2.4 Biosintesa Hormon Tiroid Pada usia dewasa berat kelenjar tyroid kira-kira 20 gram. secara mikroskopis terdiri atas banyak kelenjar folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 µm. Dinding folikel terdiri selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke lumen, sedangkan basisnya menghadap kearah membran basalis. Folikel-folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk lobus yang mendapat darah dari end arteri. Setiap folikel berisi cairan pekat, koloid, sebagian besar terdiri atas protein, khususnya glikoprotein tiroglobulin (bm:650.000). Setiap molekul tiroglobulin (19 S Svedbeerg) mengandung 115 sisa tirosin dan terdiri atas subnit 8 S yang diyodinasi selama dan sesudah agregai trombosit. Kelenjar ini mengadung molekul 4 S, sejenis albumin dan mengadung khususnya monoiodotirosin (MIT) dan diidotirosin (DIT). Dengan sendirinya pada keadaan tertentu, dimana ada kebocoran kelenjar, protein bound iodine (PBI) dan bukan sebagai tiroksin. Hormon utama yaitu tiroksin (T4), triiodotironin (T3) tersimpan juga dalam koloid sebagai bagian dari molekul tiroglobulin. Hormon ini hanya akan dibebaskan apabila ikatan dengan tirogloblin ini dipecah oleh enzim khsus.3,4. Hormon tiroid sangat istimewa karena mengandung 59-5% lemen yodium. Hormon T4 dan T3 berawal dari yodinasi cincin fenol residu tirosin yang ada di tiroglobulin. Awalnya berbentuk mono- dan diiodotirosin yang kemudian mengalami proses penggandengan (coupling) menjadi T3 dan T4.(2,4) gambar : Struktur hormon tiroid2. Proses biosintesis hormon tiroid secara skematis dapat dilihat dalam 7 tahap, sebagian besar distimulasi oleh TSH, yaitu tahap a. Tahap trapping b. Tahap oksidasi c. Tahap coupling d. Tahap storage e. Tahap deyodinasi f. Tahap proteolisis g. Tahap pengeluaran a. Tahap trapping. Pompa yodida terdapat pada bagian basal folikel, yang dalam keadaan basal berhubungan dengan pompa Na/K, tetapi tidak dalam keadaan aktif. Pompa ini bersifat energy dependent, dan membutuhkan ATP, daya konsentrasinya dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum darah3,4. Yodida bersama dengan natrium diserap oleh transporter yang terletak di membran plasma basal sel folikel. Protein transporter ini disebut sodium iodine symporter (NIS), berada di membran basal, dan kegiatannya tergantung adanya energi, membutuhkan O2 yang di dapat dari ATP. Proses ini di stimulus oleh TSH sehingga mampu meningkatkan konsentrasi yodium intrasel 100-500 kali lebih tinggi dibanding kadar ektrasel. Hal ini dipengaruhi juga oleh tersedianya yodium dan aktivitas tyroid, beberapa bahan seperti tiosianat (SCN) dan perklorat (Cl04-) justru menghambat proses ini dengan urutan kekuatan sebagai berikut : Tc04 SeCN, NO2, Br. Baik TcO4 maupun perklorat secara klinis dapat digunakan dalam memblok uptake yodida dengan cara inhibisi kompetitif pada pompa yodium3,4. b. Tahap oksidasi Sebelum yodida dapat digunakan dalam sintesa hormon, yodida harus dioksidiasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh enzim peroksidase. Bentuk aktif ini diperkirakan ion yodium atau sulfonil yodida group, dimana hidrogen peroksidasenya berasal dari NADH sitokrom B5 reduktase atau NADH sitokrom C reduktase. Yodium ini akan bergabung dengan sisa tirosin atau monoyodotirosin yang ada dalam molekul tiroglobulin. Enzim ini dibuat di aparatus golgi dan dikeluarkan ke dalam vesikel ke arah apeks sel dalam bentuk non aktif. Baru di apekslah enzin ini diaktifkan sehingga proses cepat berlanjut3,4. c. Tahap coupling Masih di dalam rangka molekul tiroglobulin, disamping yodinasi maka pada residu tirosil juga terjadi reaksi coupling sebagai usaha membentuk hormon tiroid. Secara intramolekular T3 dan T4 dibentuk dengan pertolongan reaksi coupling radikal bebas MIT dan DIT. Preparat tiourea masih juga bekerja di tahap ini3,4. Tiroglobulin satu gikprotein 660kDa disintesis di retiulum endoplasmik tiroid dan glikosilsinya diselesaikan di aparat golgi. Hanya molekul Tg tertentu (folded molecule) mencapai membran apikal, dimana peristiwa selanjutnya terjadi. Adapun protein kunci lain yang akan berperan adalah tiroperoksidase (TPO). Proses diapeks melibatkan iodide, Tg, TPO dan hidrogen peroksidase (H2O2). Tg dioksidasi oleh H2O2 dan TPO yang selanjutnya menempel pada residu tirosil yang ada dalam rantai peptida Tg, membentuk 3-monoiodotiroksin (MIT) atau 3,5-diidotirosin (DIT). Kemudian, dua molekul DIT ( masih berada dan merupakan bagian dari Tg) menggabungkan grup diiodofenil DIT, donor, dengan DIT akseptor dengan perantaraan diphenyl ether link. Dengan cara yang sama dibentuk T3 dari donor MIT dengan aseptor DIT3,4 d. Tahap penimbunan Sesudah pembentukan hormon selesai, Tg disimpan di ekstrasel yaitu di lumen folikel tiroid. Umumnya sepertiga yodium disimpan sebagai T3 dan T4 dan sisanya dalam MIT dan DIT. Bahan koloid yang ada dalam lumen sebagian besar terdiri dari Tg. Koloid merupakan tempat untuk menyimpan hormon maupun yodium, yang akan dikeluarkan apabila dibutuhkan.3,4 e. Tahap yodinasi Yodotirosin yang terbentuk dan tidak akan digunakan sebagai hormon akan mengalami deyodinasi menjadi tiroglobulin, residu, dan yodida kembali. Deyodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian unsur yodium. Problem ini menjadi amat kritis apabila yodium tersedia secara terbatas.3,4 f. Tahap proteolisis Tiroglobulin dari koloid harus melalui sel tiroid sebelum sampai ke sirkulasi, peristiwa ini dimulai dengan pembentukan vesikel oleh ujung vili ( atas pengaruh thyroid stimulating hormone) menjadi tetes koloid peristiwa ini disebut juga endositosis. Atas pengaruh TSH juga lisosom akan mendekati tetes koloid ini, menggabung sehingga terlepaslah secara bebas MIT, DIT, T3 dan T4 dari tiroglobulin oleh enzim hidrolitik lisosom tadi. Kemudian yodotirosin ( MIT,DIT) akan mengalami deyodinasi, sedangkan yodotirosin ( T3,T4) dikeluarkan dari sel sebagai hormon.3,4 g. Tahap pengeluaran Pengeluaran hormon dimulai dengan terbentuknya vesikel endositotik di ujung vili (atas pengaruh TSH berubah menjadi tetes koloid) dan digesti Tg oleh enzim endosom dan lisosom. Enzim proteolitik utama adalah endopeptidase katepsin C,B dan L, dan beberapa eksopeptidase. Hasil akhir ialah dilepaskan T4 dan T3 (yodotironin) bebas ke sirkulasi, sedangkan Tg-MIT dan Tg-DIT (yodotirosin) tidak dikeluarkan tetapi mengalami deiodinasi oleh yodotirosin deyodinase, dan iodidanya masuk kembali ke simpanan yodium intratiroid (intrathyroidal pool) sebagai upaya untuk konservsi yodium. Produksi sehari T4 kira-kira 80-100µg, 30-40% T3 endogen berasal dari konversi ekstra tiroid T4 menjadi T33,4. Gambar: sintesis hormon tiroid2 2.5 Pengaturan Faal tiroid Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid ini: a. TRH ( thyrotrophin releasing hormone): hormon ini merupakan tripeptida, yang telah dapat disintesis, dan dibuat di hipotalamus. TRH ini melewati median eminence, tempat ia disimpan dan kemudian dikeluarkan lewat sistem hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hifofisis. Akibat TSH meningakat. Belum jelas apakah ada short negative feedback TSH pada TRH. Meskipun tidak ikut menstimuli keluarnya growth hormone dan ACTH, tetapi TRH ini menstimulasi pula keluarnya prolaktin, kadang-kadang juga folikel FSH dan LH. Apabila TSH naik dengan sendirinya kelenjar tiroid terangsang menjadi hiperplasia dan hiperfungsi. b. TSH ( thyroid stimulating hormone). Suatu glikoprotein yang terbentuk oleh dua subunit (alfa dan beta). Subunit alfa sama seperti glikoprotein (TSH, LH, FSH dan HCG) dan penting untuk kerja hormon secara aktif, tetapi subunit beta adalah khusus untuk setiap hormon. TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor di permukaan sel tiroid ( TSH-receptor-TSH-R) dan terjadilahlah efek hormonal sebagai kenaikan trapping, peningkatan yodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon meningkat. c. Umpan balik sekresi hormon. Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik ditingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas yang berperan dan bukannya hormon yang terikat. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH. d. Pengaturan ditingkat kelenjar tiroid sendiri. Produksi hormon juga diatur juga oleh kadar yodium intra tiroid. Gangguan yodinasi tirosin dengan pemberian banyak disebut fenomena wolf-chaikoff scape, yang terjadi karena mengurangnya afinitas trap yodium sehingga kadar intra tiroid mengurang. 2,3,4,5 Gambar : hubungan hipotalamus-hipofise dan kelenjar tiroid 2.6 Gejala Klinis struma endemik Tidak semua struma endemik menimbulkan gejala klinis, gejala yang terjadi bisa berupa: • Pembesaran pada leher yang dapat mengganggu nilai penmpilan • Rasa tercekik di tenggorokan • Batuk • Suara serak • Kesulitan menelan • Kesulitan bernafas15 2.6 Pemeriksaan fungsi tiroid Banyak sekali pemeriksaan fungsi tiroid, baik yang mengukur fungsi tiroid langsung ataupun tidak langsung. Beberapa yang dapat dipakai : a. Pemeriksaan basal metabolik rate (BMR) Pemeriksaan ini dapat menentukan fungsi metabolisme apakah ada hubungannya dengan hipotiroid, eutiroid atau hipertiroid. Untuk tonjolan tunggal manfaatnaya kurang, karena umumnya kasus-kasus ini eutiroid. Bila ada hipertiroid pada tonjolan tunggal tiroid, hal ini dapat disebabkan adenoma toksik atau nodul otonom, yang merupakan indikasi untuk operasi. b. Pemeriksaan T3 dan T4 Thyroxine dan triodothyronin adalah hormon yang dihasilkan tiroid dan berfungsi untuk metabolisme. Peninggian kedua jenis hormon ini ataupun salah satunya dapat meningkatkan fungsi tiroid dan sebaliknya. Penggunaan pemeriksaan ini pada penatalaksanaan tonjolan tunggal pada tiroid manfaatnya lebih kurang seperti pada pemeriksaan BMR. c. Pemeriksaan antibodi untuk penyakit-penyakit autoimun. d. Pemeriksaan patologik pada bahan berasal dari biopsi jarum. e. Pemeriksaan kadar TSH Sintesis TSH dihipnotis dan sekresinya ke sirkulasi perifer berada di bawah kontrol positif hipotalamus-hipofisis intak, kadar TSH serum secara langusng menggambarkan kerja hormon tiroid pada sel-sel tirotrop hipofisis. Dengan asumsi kerja hormon tiroid pada sel-sel tirotrop sama dengan kerjanya pada sel-sel organ-organ lain, maka sebenarnya kadar TSH akan juga menggambarkan status tiroid secara keseluruhan. Selanjutnya bila terjadi kenaikan atau penurunan kadar hormon tiroid (terutama T4 bebas) sedikit saja, akan terjadi penglepasan TSH yang berbanding terbalik sekitar 10 kali. Fakta ini memperkuat pendapat bahwa TSH tidak selalu tepat menggambarkan status tiroid sesaat. Misalnya setelah pengobatan hipertiroidisme atau hipotiroidisme dan terjadi perubahan mendadak kadar hormon tiroid, maka diperlukan waktu berminggu-minggu agar keseimbangan T4 bebas dan TSH pulih kembali. Pada pemeriksaan di atas tidak mutlak harus dikerjakan; pemeriksaan dapat dipilih menurut kepentingannya dengan melihat keadaan klinik. Gambar : Photomicrograph of multinodular goiter H&E X 40.10 2.6 Penatalaksanaan 1. Fortifikasi Fortifikasi pangan adalah penambahan bahan atau zat gizi (nutrien) ke bahan pangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. harus diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan defisiensi, dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosioekonomi. Namun demikian, fortifikasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya. Istilah double fortijication dan multiple fortification digunakan apabila 2 atau lebih zat gizi ditambahkan, masing-masing ditambahkan kepada pangan atau campuran pangan. Pangan pembawa zat gizi yang ditambahkan disebut ‘Vehicle’, sementara zat gizi yang ditambahkan disebut ‘Fortificant ‘. Secara umum fortifikasi pangan dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan berikut: • Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk memperbaiki defisiensi akan zat gizi yang ditambahkan). • Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang siqnifikan dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama pengolahan. • Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang digunakan sebagai sumber pangan bergizi misal : susu formula bayi. • Untuk menjamin equivalensi gizi dari produk pangan olahan yang menggantikan pangan lain, misalnya margarin yang difortifikasi sebagai pengganti mentega . Fortifikasi Yodium Defisiensi Yodium dihasilkan dari kondisi geologis yang irreversibel, itu sebabnya penganekaragaman makanan dengan menggunakan pangan yang tumbuh di daerah dengan tipe tanah dengan menggunakan pangan yang sama tidak dapat meningkatkan asupan Yodium oleh individu ataupun komunitas. Diantara strategistrategi untuk penghampusan GAKI, pendekatan jangka panjang adalah fortifikasi pangan dengan Yodium. Sampai tahun 60an, beberapa cara suplementasi yodium dalam tes, yang telah diusulkan berbagai jenis pangan pembawa seperti garam, roti, susu, gula, dan air telah dicoba, Iodisasi garam menjadi metode yang paling umum yang diterima di kebanyakan negara di dunia sebab garam digunakan secara luas dan serangan oleh seluruh lapisan masyarakat. Prosesnya adalah sederhana dan tidak mahal. Fortifikasi yang biasa digunakan adalah Kalium Yodida (KI) dan Kalium Iodat (KID3). Iodat lebih stabil dalam ‘impure salt‘ pada penyerapan dan kondisi lingkungan (kelembaban) yang buruk penambahan tidak menambah warna, penambahan dan rasa garam. Negara-negara yang dengan program iodisasi garam yang efektif memperlihatkan pengurangan yang berkesinambungan akan prevalensi GAKI.6 Pembedahan pada tonjolan tiroid Bila tonjolan tiroid sudah diputuskan, dilakukan pembedahan yang pada prinsipnya melakukan pembuangan jaringan tiroid sesedikit-sedikitnya pada kelainan non neoplasma, dan secukupnya pada kelainan neoplasma. Untuk melaksanakan hal ini perlu dibantu dengan pemeriksaan potong beku, meskipun hal ini selalu tidak selalu dapat dilakukan karena kesulitan tehnik ataupun kesukaran diagnostik. Dilakukan lobektomi, subtotal pada tonjolan bersangkutan dan jaringan diperiksa dengan cara potong beku (frozen section). Bila hasilnya kelainan non neoplasma, luka operasi ditutup. BAB III PENUTUP Struma endemik merupakan penyakit yang banyak terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia, penyakit ini banyak terjadi karena defisisnesi yodium dalam diet, defisiensi bisa terjadi karena faktor geografis dan karena faktor ekonomi. Faktor geografis mempengaruhi struma terlihat dengan tingginya angka struma endemik di daerah pegunungan, ini dikarenakan di daerah pegunungan kandungan yodium dalam tanah sangat sedikit karena struktur tanah yang berkapur, sehingga tanaman di daerah ini sedikit mendapat yodium, untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan program fortifikasi yodium pada bahan makana, yang terbanyak adalah pada garam dapur. Defisiensi karena faktor ekonomi dikarenakan daya beli masyarakat yang sangat rendah, ini dikarenakan bahan makan yang mahal dan bahan makanan yang mendapat fortifikasi yodium mempunyai nilai jual yeng lebih mahal. Dalam menangangi struma endemik perlu dilakukan program yang lintas sektoral, yaitu sektor kesehatan, pertanian, ekonomi dan perindustrian, dengan demikian masalah struma endemik di indonesia bisa di kurangi.

Kelenjar Endoktrin Dan Hormon Yang Dihasilkan

Kelenjar Endoktrin Dan Hormon Yang Dihasilkan
Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin atau kelenjar buntu. Kelenjar ini merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran sehingga sekresinya akan masuk aliran darah dan mengikuti peredaran darah ke seluruh tubuh. Apabila sampai pada suatu organ target, maka hormon akan merangsang terjadinya perubahan. Pada umumnya pengaruh hormon berbeda dengan saraf. Perubahan yang dikontrol oleh hormon biasanya merupakan perubahan yang memerlukan waktu panjang. Contohnya pertumbuhan dan pemasakan seksual.
1. Kelenjar Endokrin dan Hormon yang Dihasilkan
Dalam tubuh manusia ada tujuh kelenjar endokrin yang penting, yaitu hipofisis, tiroid, paratiroid, kelenjar adrenalin (anak ginjal), pankreas, ovarium, dan testis.
a. Hipofisis
b. Tiroid (Kelenjar Gondok)
Tiroid merupakan kelenjar yang berbentuk cuping kembar dan di antara keduanya dapat daerah yang menggenting. Kelenjar ini terdapat di bawah jakun di depan trakea. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin yang mempengaruhi metabolisme sel tubuh dan pengaturan suhu tubuh.
Tiroksin mengandung banyak iodium. Kekurangan iodium dalam makanan dalam waktu panjang mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok karena kelenjar ini harus bekerja keras untuk membentuk tiroksin. Kekurangan tiroksin menurunkan kecepatan metabolisme sehingga pertumbuhan lambat dan kecerdasan menurun. Bila ini terjadi pada anak-anak mengakibatkan kretinisme, yaitu kelainan fisik dan mental yang menyebabkan anak tumbuh kerdil dan idiot. Kekurangan iodium yang masih ringan dapat diperbaiki dengan menambahkan garam iodium di dalam makanan.
Produksi tiroksin yang berlebihan menyebabkan penyakit eksoftalmik tiroid (Morbus Basedowi) dengan gejala sebagai berikut; kecepatan metabolisme meningkat, denyut nadi bertambah, gelisah, gugup, dan merasa demam. Gejala lain yang nampak adalah bola mata menonjol keluar (eksoftalmus) dan kelenjar tiroid membesar.
c. Paratiroid l Kelenjar Anak Gondok
Paratiroid menempel pada kelenjar tiroid. Kelenjar ini menghasilkan parathormon yang berfungsi mengatur kandungan fosfor dan kalsium dalam darah. Kekurangan hormon ini menyebabkan tetani dengan gejala: kadar kapur dalam darah menurun, kejang di tangan dan kaki, jari-jari tangan membengkok ke arah pangkal, gelisah, sukar tidur, dan kesemutan.
Tumor paratiroid menyebabkan kadar parathormon terlalu banyak di dalam darah. Hal ini mengakibatkan terambilnya fosfor dan kalsium dalam tulang, sehingga urin banyak mengandung kapur dan fosfor. Pada orang yang terserang penyakit ini tulang mudah sekali patah. Penyakit ini disebut von Recklinghousen.
d. Kelenjar Adrenal l Suprarenal l Anak Ginjal
Kelenjar ini berbentuk bola, menempel pada bagian atas ginjal. Pada setiap ginjal terdapat satu kelenjar suprarenal dan dibagi atas dua bagian, yaitu bagian luar (korteks) dan bagian tengah (medula).
Hormon dan pengaruh hormon yang dihasilkan kelenjar adrenal dapat dilihat pada Tabel.
Kerusakan pada bagian korteks mengakibatkan penyakit Addison dengan gejala sebagai berikut: timbul kelelahan, nafsu makan berkurang, mual, muntahmuntah, terasa sakit di dalam tubuh. Dalam keadaan ketakutan atau dalam keadaan bahaya, produksi adrenalin meningkat sehingga denyut jantung meningkat dan memompa darah lebih banyak. Gejala lainnya adalah melebarnya saluran bronkiolus, melebarnya pupil mata, kelopak mata terbuka lebar, dan diikuti dengan rambut berdiri.

e. Pankreas
Ada beberapa kelompok sel pada pankreas yang dikenal sebagai pulau Langerhans berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon insulin. Hormon ini berfungsi mengatur konsentrasi glukosa dalam darah. Kelebihan glukosa akan dibawa ke sel hati dan selanjutnya akan dirombak menjadi glikogen untuk disimpan. Kekurangan hormon ini akan menyebabkan penyakit diabetes. Selain menghasilkan insulin, pankreas juga menghasilkan hormon glukagon yang bekerja antagonis dengan hormon insulin.
Hormon dan Fungsi Hormon yang Dihasilkan Kelenjar Adrenal
f. Ovarium
Ovarium merupakan organ reproduksi wanita. Selain menghasilkan sel telur, ovarium juga menghasilkan hormon. Ada dua macam hormon yang dihasilkan ovarium yaitu sebagai berikut.
1. Estrogen
Hormon ini dihasilkan oleh Folikel Graaf. Pembentukan estrogen dirangsang oleh FSH. Fungsi estrogen ialah menimbulkan dan mempertahankan tanda-tanda kelamin sekunder pada wanita. Tanda-tanda kelamin sekunder adalah ciri-ciri yang dapat membedakan wanita dengan Aria tanpa melihat kelaminnya. Contohnya, perkembangan pinggul dan payudara pada wanita dan kulit menjadi bertambah halus.
2. Progesteron
Hormon ini dihasilkan oleh korpus luteum. Pembentukannya dirangsang oleh LH dan berfungsi menyiapkan dinding uterus agar dapat menerima telur yang sudah dibuahi.
Plasenta membentuk estrogen dan progesteron selama kehamilan guna mencegah pembentukan FSH dan LH. Dengan demikian, kedua hormon ini dapat mempertahankan kehamilan.
g. Testis
Seperti halnya ovarium, testis adalah organ reproduksi khusus pada pria. Selain menghasilkan sperma, testis berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon androgen, yaitu testosteron. Testosteron berfungsi menimbulkan dan memelihara kelangsungan tanda-tanda kelamin sekunder. Misalnya suaranya membesar, mempunyai kumis, dan jakun.

Hipertiroid

Definisi Hipertiroid
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana suatu kelenjar tiroid yang terlalu aktif menghasilkan suatu jumlah yang berlebihan dari hormon-hormon tiroid yang beredar dalam darah. Thyrotoxicosis adalah suatu kondisi keracunan yang disebabkan oleh suatu kelebihan hormon-hormon tiroid dari penyebab mana saja. Thyrotoxicosis dapat disebabkan oleh suatu pemasukan yang berlebihan dari hormon-hormon tiroid atau oleh produksi hormon-hormon tiroid yang berlebihan oleh kelenjar tiroid. Karena kedua-duanya dokter dan pasien seringkali menggunakan kata-kata ini yang dapat dipertukarkan, kami akan mengambil beberapa kebebasan dengan menggunakan istilah "hipertiroid" diseluruh artikel ini.
Hormon-Hormon Tiroid
Hormon-hormon tiroid menstimulasi metabolisme dari sel-sel. Mereka diproduksi oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid bertempat pada bagian bawah leher, dibawah Adam's apple. Kelenjar membungkus sekeliling saluran udara (trachea) dan mempunyai suatu bentuk yang menyerupai kupu-kupu yang dibentuk oleh dua sayap (lobes) dan dilekatkan oleh suatu bagian tengah (isthmus).
Kelenjar tiroid mengambil yodium dari darah (yang kebanyakan datang dari makanan-makanan seperti seafood, roti, dan garam) dan menggunakannya untuk memproduksi hormon-hormon tiroid. Dua hormon-hormon tiroid yang paling penting adalah thyroxine (T4) dan triiodothyronine (T3) mewakili 99.9% dan 0.1% dari masing-masing hormon-hormon tiroid. Hormon yang paling aktif secara biologi (contohnya, efek yang paling besar pada tubuh) sebenarnya adalah T3. Sekali dilepas dari kelenjar tiroid kedalam darah, suatu jumlah yang besar dari T4 dirubah ke T3 - hormon yang lebih aktif yang mempengaruhi metabolisme sel-sel.
Pengaturan Hormon Tiroid - Rantai Komando
Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar lain yang berlokasi di otak, disebut pituitari. Pada gilirannya, pituitari diatur sebagian oleh hormon tiroid yang beredar dalam darah (suatu efek umpan balik dari hormon tiroid pada kelenjar pituitari) dan sebagian oleh kelenjar lain yang disebut hipothalamus, juga suatu bagian dari otak.
Hipothalamus melepaskan suatu hormon yang disebut thyrotropin releasing hormone (TRH), yang mengirim sebuah signal ke pituitari untuk melepaskan thyroid stimulating hormone (TSH). Pada gilirannya, TSH mengirim sebuah signal ke tiroid untuk melepas hormon-hormon tiroid. Jika aktivitas yang berlebihan dari yang mana saja dari tiga kelenjar-kelenjar ini terjadi, suatu jumlah hormon-hormon tiroid yang berlebihan dapat dihasilkan, dengan demikian berakibat pada hipertiroid.
Angka atau kecepatan produksi hormon tiroid dikontrol oleh kelenjar pituitari. Jika tidak ada cukup jumlah hormon tiroid yang beredar dalam tubuh untuk mengizinkan fungsi yang normal, pelepasan TSH ditingkatkan oleh pituitari dalam suatu usahanya untuk menstimulasi tiroid untuk memproduksi lebih banyak hormon tiroid. Sebaliknya, ketika ada suatu jumlah berlebihan dari hormon tiroid yang beredar, pelepasan TSH dikurangi ketika pituitari mencoba untuk mengurangi produksi hormon tiroid.
Penyebab-Penyebab Hipertiroid
Beberapa penyebab-penyebab umum dari hipertiroid termasuk:
• Penyakit Graves
• Functioning adenoma ("hot nodule") dan Toxic Multinodular Goiter (TMNG)
• Pemasukkan yang berlebihan dari hormon-hormo tiroid
• Pengeluaran yang abnormal dari TSH
• Tiroiditis (peradangan kelenjar tiroid)
• Pemasukkan yodium yang berlebihan
Penyakit Graves
Penyakit Graves, yang disebabkan oleh suatu aktivitas yang berlebihan dari kelenjar tiroid yang disama ratakan, adalah penyebab yang paling umum dari hipertiroid. Pada kondisi ini, kelenjar tiroid biasanya adalah pengkhianat, yang berarti ia telah kehilangan kemampuannya untuk merespon pada kontrol yang normal oleh kelenjar pituitari via TSH. Penyakit Graves adalah diturunkan/diwariskan dan adalah sampai lima kali lebih umum diantara wanita-wanita daripada pria-pria. Penyakit Graves diperkirakan adalah suatu penyakit autoimun, dan antibodi-antibodi yang adalah karakteristik-karakteristik dari penyakit ini mungkin ditemukan dalam darah. Antibodi-antibodi ini termasuk thyroid stimulating immunoglobulin (TSI antibodies), thyroid peroxidase antibodies (TPO), dan antibodi-antibodi reseptor TSH. Pencetus-pencetus untuk penyakit Grave termasuk:
• stres
• merokok
• radiasi pada leher
• obat-obatan dan
• organisme-organisme yang menyebabkan infeksi seperti virus-virus.
Penyakit Graves dapat didiagnosis dengan suatu scan tiroid dengan obat nuklir yang standar yang menunjukkan secara panjang lebar pengambilan yang meningkat dari suatu yodium yang dilabel dengan radioaktif. Sebagai tambahan, sebuah tes darah mungkin mengungkap tingkat-tingkat TSI yang meningkat.
Penyakit Grave' mungkin berhubungan dengan penyakit mata (Graves' ophthalmopathy) dan luka-luka kulit (dermopathy). Ophthalmopathy dapat terjadi sebelum, sesudah, atau pada saat yang sama dengan hipertiroid. Pada awalnya, ia mungkin menyebabkan kepekaan terhadap cahaya dan suatu perasaan dari "ada pasir didalam mata-mata". Mata-mata mungkin menonjol keluar dan penglihatan ganda (dobel) dapat terjadi. Derajat dari ophthalmopathy diperburuk pada mereka yang merokok. Jalannya penyakit mata seringkali tidak tergantung dari penyakit tiroid, dan terapi steroid mungkin perlu untuk mengontrol peradangan yang menyebabkan ophthalmopathy. Sebagai tambahan, intervensi secara operasi mungkin diperlukan. Kondisi kulit (dermopathy) adalah jarang dan menyebabkan suatu ruam kulit yang tanpa sakit, merah, tidak halus yang tampak pada muka dari kaki-kaki.
Functioning Adenoma dan Toxic Multinodular Goiter
Kelenjar tiroid (seperti banyak area-area lain dari tubuh) menjadi lebih bergumpal-gumpal ketika kita menua. Pada kebanyakan kasus-kasus, gumpal-gumpal ini tidak memproduksi hormon-hormon tiroid dan tidak memerlukan perawatan. Adakalanya, suatu benjolan mungkin menjadi "otonomi", yang berarti bahwa ia tidak merespon pada pengaturan pituitari via TSH dan memproduksi hormon-hormon tiroid dengan bebas. Ini menjadi lebih mungkin jika benjolan lebih besar dari 3 cm. Ketika ada suatu benjolan (nodule) tunggal yang memproduksi secara bebas hormon-hormon tiroid, itu disebut suatu functioning nodule. Jika ada lebih dari satu functioning nodule, istilah toxic multinodular goiter (gondokan) digunakan. Functioning nodules mungkin siap dideteksi dengan suatu thyroid scan.
Pemasukkan hormon-hormon tiroid yang berlebihan
Mengambil terlalu banyak obat hormon tiroid sebenarnya adalah sungguh umum. Dosis-dosis hormon-hormon tiroid yang berlebihan seringkali tidak terdeteksi disebabkan kurangnya follow-up dari pasien-pasien yang meminum obat tiroid mereka. Orang-orang lain mungkin menyalahgunakan obat dalam suatu usaha untuk mencapai tujuan-tujuan lain seperti menurunkan berat badan. Pasien-pasien ini dapat diidentifikasikan dengan mendapatkan suatu pengambilan yodium berlabel radioaktif yang rendah (radioiodine) pada suatu thyroid scan.
Pengeluaran abnormal dari TSH
Sebuah tmor didalam kelenjar pituitari mungkin menghasilkan suatu pengeluaran dari TSH (thyroid stimulating hormone) yang tingginya abnormal. Ini menjurus pada tanda yang berlebihan pada kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon-hormon tiroid. Kondisi ini adalah sangat jarang dan dapat dikaitkan dengan kelainan-kelainan lain dari kelenjar pituitari. Untuk mengidentifikasi kekacauan ini, seorang endocrinologist melakukan tes-tes terperinci untuk menilai pelepasan dari TSH.
Tiroiditis (peradangan dari tiroid)
Peradangan dari kelenjar tiroid mungkin terjadi setelah suatu penyakit virus (subacute thyroiditis). Kondisi ini berhubungan dengan suatu demam dan suatu sakit leher yang seringkali sakit pada waktu menelan. Kelenjar tiroid juga lunak jika disentuh. Mungkin ada sakit-sakit leher dan nyeri-nyeri yang disama ratakan. Peradangan kelenjar dengan suatu akumulasi sel-sel darah putih dikenal sebagai lymphocytes (lymphocytic thyroiditis) mungkin juga terjadi. Pada kedua kondisi-kondisi ini, peradangan meninggalkan kelenjar tiroid "bocor", sehingga jumlah hormon tiroid yang masuk ke darah meningkat. Lymphocytic thyroiditis adalah paling umum setelah suatu kehamilan dan dapat sebenarnya terjadi pada sampai dengan 8 % dari wanita-wanita setelah melahirkan. Pada kasus-kasus ini,fase hipertiroid dapat berlangsung dari 4 sampai 12 minggu dan seringkali diikuti oleh suatu fase hipotiroid (hasil tiroid yang rendah) yang dapat berlangsung sampai 6 bulan. Mayoritas dari wanita-wanita yang terpengaruh kembali ke suatu keadaan fungsi tiroid yang normal. Tiroiditis dapat didiagnosis dengan suatu thyroid scan.
Pemasukkan Yodium yang berlebihan
Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon-hormon tiroid. Suatu kelebihan yodium dapat menyebabkan hipertiroid. Hipertiroid yang dipengaruhi/diinduksi oleh yodium biasanya terlihat pada pasien-pasien yang telah mempunyai kelenjar tiroid abnormal yang mendasarinya. Obat-obat tertentu, seperti amiodarone (Cordarone), yang digunakan dalam perawatan persoalan-persoalan jantung, mengandung suatu jumlah yodium yang besar dan mungkin berkaitan dengan kelainan-kelainan fungsi tiroid.
Gejala-Gejala Hipertiroid
Hipertiroid direkomendasikan oleh beberapa tanda-tanda dan gejala-gejala; bagaimanapun, pasien-pasien dengan penyakit yang ringan biasanya tidak mengalami gejala-gejala. Pada pasien-pasien yang lebih tua dari 70 tahun, tanda-tanda dan gejala-gejala yang khas mungkin juga tidak hadir. Pada umumnya, gejala-gejala menjadi lebih jelas ketika derajat hipertiroid meningkat. Gejala-gejala biasanya berkaitan dengan suatu peningkatan kecepatan metabolisme tubuh.
Gejala-gejala umum termasuk:
• Keringat berlebihan
• Ketidaktoleranan panas
• Pergerakan-pergerakan usus besar yang meningkat
• Gemetaran
• Kegelisahan; agitasi
• Denyut jantung yang cepat
• Kehilangan berat badan
• Kelelahan
• Konsentrasi yang berkurang
• Aliran menstrual yang tidak teratur dan sedikit
Pada pasien-pasien yang lebih tua, irama-irama jantung yang tidak teratur dan gagal jantung dapat terjadi. Pada bentuk yang paling parahnya, hipertiroid yang tidak dirawat mungkin berakibat pada "thyroid storm," suatu kondisi yang melibatkan tekanan darah tinggi, demam, dan gagal jantung. Perubahan-perubahan mental, seperti kebingungan dan kegila-gilaan, juga mungkin terjadi.
Mendiagnosis Hipertiroid
Hipertiroid dapat dicurigai pada pasien-pasien dengan:
• gemetaran-gemetaran,
• keringat berlebihan,
• kulit yang seperti beludru halus,
• rambut halus,
• suatu denyut jantung yang cepat dan
• suatu pembesaran kelenjar tiroid.
Mungkin ada keadaan bengkak sekeliling mata-mata dan suatu tatapan yang karekteristik disebabkan oleh peninggian dari kelopak-kelopak mata bagian atas. Gejala-gejala yang lebih lanjut biasanya lebih mudah dideteksi, namun gejala-gejala awal, terutama pada orang-orang yang lebih tua, mungkin tidak cukup menyolok mata. Pada semua kasus-kasus, suatu tes darah diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosisnya.
Tingkat-tingkat darah dari hormon-hormon tiroid dapat diukur secara langsung dan biasanya meningkat dengan hipertiroid. Bagaimanapun, alat utama untuk mendeteksi hipertiroid adalah pengukuran tingkat darah TSH. Seperti disebutkan lebih awal, TSH dikeluakan oleh kelenjar pituitari. Jika suatu jumlah hormon tiroid yang berlebihan hadir, TSH diatur untuk turun dan tingkat TSH turun dalam suatu usaha untuk mengurangi produksi hormon tiroid. Jadi, pengukuran TSH harus berakibat pada tingkat-tingkat yang rendah atau tidak terdeteksi pada kasus-kasus hipertiroid. Bagaimanapun, ada satu pengecualian. Jika jumlah hormon tiorid yang berlebihan disebabkan oleh suatu tumor pituitari yang mengeluarkan TSH, maka tingkat-tingkat TSH akan menjadi tingginya tidak normal. Penyakit tidak umum ini dikenal sebagai "hipertiroid sekunder".
Meskipun tes-tes darah yang disebutkan sebelumnya dapat mengkonfirmasi kehadiran dari hormon tiroid yang berlebihan, mereka tidak menunjuk pada suatu penyebab spesifik. Jika ada kelibatan yang jelas dari mata-mata, suatu diagnosis dari penyakit Graves adalah hampir pasti. Suatu kombinasi dari screening antibodi (untuk penyakit Graves) dan suatu thyroid scan menggunakan yodium yang dilabel radioaktif (yang berkonsentrasi pada kelenjar tiroid) dapat membantu mendiagnosis penyakit tiroid yang mendasarinya. Investigasi-investigasi ini dipilih atas dasar kasus per kasus
Merawat Hipertiroid
Pilihan-pilihan untuk merawat hipertiroid termasuk:
• Merawat gejala-gejala
• Obat-obat anti-tiroid
• Yodium ber-radioaktif
• Merawat gejala-gejala secara operasi
Merawat gejala-gejala
Ada tersedia obat-obat untuk merawat segera gejala-gejala yang disebabkan oleh kelebihan hormon-hormon tiroid, seperti suatu denyut jantung yang cepat. Satu dari golongan-golongan utama obat-obat yang digunakan untuk merawat gejala-gejala ini adalah beta-blockers [contohnya, propranolol (Inderal), atenolol (Tenormin), metoprolol (Lopressor)]. Obat-obat ini menetralkan/meniadakan efek-efek dari hormon tiroid untuk meningkatkan metabolisme, namun mereka tidak merubah tingkat-tingkat hormon-hormon tiroid dalam darah. Seorang dokter menentukan pasien-pasien mana yang dirawat berdasarkan pada sejumlah faktor-faktor tak tetap (variables) termasuk penyebab yang mendasari hipertiroid, umur pasien, ukuran kelenjar tiroid, dan kehadiran dari penyakit-penyakit medis yang ada bersamaan.
Obat-obat Anti-Tiroid
Ada dua obat-obat antitiroid utama tersedia untuk penggunaan di Amerika, methimazole (Tapazole) dan propylthiouracil ( PTU). Obat-obat ini berakumulasi di jaringan tiroid dan menghalangi produksi hormon-hormon tiroid. PTU juga menghalangi konversi dari hormon T4 ke hormon T3 yang secara metabolisme lebih aktif. Risiko utama dari obat-obat ini adalah penekanan sekali-kali dari produksi sel-sel darah putih oleh sumsum tulang (agranulocytosis). Sel-sel putih diperlukan untuk melawan infeksi. Adalah tidak mungkin untuk memberitahukan jika dan kapan efek sampingan ini akan terjadi, jadi penentuan sel-sel darah putih dalam darah secara teratur adalah tidak bermanfaat.
Adalah penting untuk pasien-pasien mengetahui bahwa jika mereka mengembangkan suatu demam, suatu sakit tenggorokan, atau tanda-tanda apa saja dari infeksi ketika meminum methimazole atau propylthiouracil, mereka harus segera mengunjungi seorang dokter. Ketika ada suatu kekhwatiran, risiko sebenarnya dari mengembangkan agranulocytosis adalah lebih kecil dari 1%. Pada umumnya, pasien-pasien harus ditemui oleh dokter pada interval-interval bulanan selama meminum obat-obat antitiroid. Dosis disesuaikan untuk mempertahankan pasien sedekat mungkin pada suatu keadaan tiroid yang normal (euthyroid). Sekali dosis stabil, pasien-pasien dapat ditemui pada interval-interval tiga bulan jika terapi jangka panjang direncanakan.
Biasanya, terapi antitiroid jangka panjang hanya digunakan untuk pasien-pasien dengan penyakit Graves, karena penyakit ini mungkin sebenarnya sembuh dibawah perawatan tanpa memerlukan radiasi tiroid atau operasi. Jika dirawat dari satu sampai dua tahun, data menunjukkan angka-angka kesembuhan dari 40%-70%. Ketika penyakitnya sembuh, kelenjarnya tidak lagi aktif berlebihan, dan obat antitiroid tidak diperlukan.
Studi-studi akhir-akhir ini telah menunjukkan bahwa menambah suatu pil hormon tiroid pada obat antitiroid sebenarnya berakibat pada angka-angka kesembuhan yang lebih tinggi. Dasar pemikiran untuk ini mungkin adalah bahwa dengan menyediakan suatu sumber luar untuk hormon tiroid, dosis-dosis obat-obat antitiroid yang lebih tinggi dapat diberikan, yang mungkin menekan sistim imun yang aktif berlebihan pada orang-orang dengan penyakit Graves. Tipe terapi ini tetap kontroversiil (tetap diperdebatkan), bagaimanapun. Ketika terapi jangka panjang ditarik, pasien-pasien harus terus menerus ditemui oleh dokter setiap tiga bulan untuk tahun pertama, karena suatu kekambuhan dari penyakit Graves adalah mungkin dalam waktu periode ini. Jika seorang pasien kambuh, terapi obat antitiroid dapat dimulai kembali, atau yodium ber-radioaktif atau operasi mungkin dipertimbangkan.
Yodium ber-radioaktif
Yodium ber-radioaktif diberikan secara oral (melalui mulut, dengan pil atau cairan) pada suatu dasar satu kali untuk mengablasi (ablate) suatu kelenjar yang hiperaktif. Yodium yang diberikan untuk perawatan ablasi (ablative treatment) adalah berbeda dengan yodium yang digunakan pada suatu scan. Untuk perawatan, isotope yodium 131 digunakan, dimana untuk suatu scan rutin, yodium 123 digunakan. Yodium ber-radioaktif diberikan setelah suatu scan yodium rutin, dan pengambilan yodium ditentukan untuk mengkonfirmasi hipertiroid. Yodium ber-radioaktif diambil oleh sel-sel aktif dalam tiroid dan menghancurkan mereka. Karena yodium diambil hanya oleh sel-sel tiroid, penghancuran hanya lokal, dan tidak ada efek-efek sampingan yang menyebar luas dengan terapi ini.
Ablasi (ablation) yodium ber-radioaktif telah digunakan dengan aman untuk lebih dari 50 tahun, dan penyebab-penyebab utama untuk tidak menggunakannya hanya adalah kehamilan dan menyusui. Bentuk dari terapi ini adalah pilihan perawatan untuk kekambuhan penyakit Graves, pasien-pasien dengan kelibatan penyakit jantung yang parah, mereka yang dengan multinodular goiter atau toxic adenomas, dan pasien-pasien yang tidak dapat mentoleransi obat-obat antitiroid. Yodium ber-radioaktif harus digunakan dengan hati-hati pada pasien-pasien dengan penyakit Graves yang berkaitan dengan mata karena studi-studi akhir-akhir ini telah menunjukkan bahwa penyakit mata mungkin memburuk setelah terapi. Jika seorang wanita memilih untuk hamil setelah ablation, adalah direkomendasikan ia menunggu 8-12 bulan setelah perawatan sebelum hamil.
Pada umumnya, lebih dari 80% dari pasien-pasien disembuhkan dengan suatu dosis tunggal yodium ber-radioaktif. Itu memakan waktu antara 8 sampai 12 minggu untuk tiroid menjadi normal setelah terapi. Hipotiroid adalah komplikasi utama dari bentuk perawatan ini. Ketika suatu keadaan hipotiroid yang sementara mungkin terlihat sampai dengan enam bulan setelah perawatan dengan yodium ber-radioaktif, jika ia menetap dengan gigi lebih lama dari enam bulan, terapi penggantian tiroid (dengan T4 atau T3) biasanya dimulai.
Operasi
Operasi untuk mengangkat sebagian dari kelenjar tiroid (partial thyroidectomy) pernah sekali waktu dahulu adalah suatu bentuk yang umum perawatan hipertiroid. Tujuannya adalah untuk mengangkat jaringan tiroid yang memproduksi hormon tiroid yang berlebihan. Bagaimanapun, jika terlalu banyak jaringan yang diangkat, suatu produksi hormon tiroid yang tidak memadai (hipotiroid) mungkin berakibat. Pada kasus ini, terapi penggantian tiroid dimulai. Komplikasi utama dari operasi adalah gangguan/kekacauan dari jaringan sekitarnya, termasuk syaraf-syaraf yang menyediakan pita-pita suara (vocal cords) dan empat kelenjar-kelenjar kecil pada leher yang mengatur tingkat-tingkat kalsium dalm tubuh (kelenjar-kelenjar paratiroid). Pengangkatan kelenjar-kelenjar ini yang secara kebetulan mungkin berakibat pada tingkat-tingkat kalsium yang rendah dan memerlukan terapi penggantian kalsium.
Dengan perkenalan dari terapi yodium radioaktif dan obat-obat antitiroid, operasi untuk hipertiroid adalah tidak seumum seperti sebelumnya. Operasi adalah memadai untuk:
• pasien-pasien hamil dan anak-anak yang mempunyai reaksi-reaksi utama yang kurang baik terhadap obat-obat antitiroid.
• pasien-pasien dengan kelenjar-kelenjar tiroid yang sangat besar dan pada mereka yang mempunyai gejala-gejala yang bersumber dari penekanan dari jaringan-jaringan yang berdekatan pada tiroid, seperti kesulitan menelan, keparauan suara, dan sesak napas.
Yang Terbaik Untuk Anda
Jika anda khwatir bahwa anda mungkin mempunyai suatu jumlah hormon tiroid yang berlebihan, anda harus menyebutkan/mengutarakan gejala-gejala anda pada dokter anda. Suatu tes darah sederhana adalah langkah pertama pada diagnosis. Dari sana, kedua-duanya anda dan dokter anda dapat memutuskan langkah apa seharusnya berikutnya. Jika perawatan dijamin, adalah penting untuk anda untuk membiarkan dokter anda mengetahui kekhwatiran-kekhwatiran dan pertanyaan-pertanyaan apa saja yang anda punya tentang pilihan-pilihan yang tersedia. Ingat bahwa penyakit tiroid adalah sangat umum, dan ditangan-tangan yang baik, penyakit yang menyebabkan suatu kelebihan hormon-hormon tiroid dapat dengan mudah didiagnosis dan dirawat.

Guillain Barre Syndrome (GBS)

Guillain Barre Syndrome (GBS) atau yang dikenal dengan Acute Inflammatory Idiopathic Polyneuropathy (AIIP) atau yang bisa juga disebut sebagai Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) adalah suatu penyakit pada susunan saraf yang terjadi secara akut dan menyeluruh, terutama mengenai radiks dan saraf tepi, kadang-kadang mengenai saraf otak yang didahului oleh infeksi. Penyakit ini merupakan penyakit dimana sistem imunitas tubuh menyerang sel saraf.
Kelumpuhan dimulai pada bagian distal ekstremitas bawah dan dapat naik ke arah kranial (Ascending Paralysis).

Etiologi
Kondisi yang khas adalah adanya kelumpuhan yang simetris secara cepat yang terjadi pada ekstremitas yang pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi viral. Tetapi dalam beberapa kasus juga terdapat data bahwa penyakit ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan autoimun.
Penyebab yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Tetapi pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi viral. Virus yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah Cytomegalovirus (CMV), HIV, Measles dan Herpes Simplex Virus. Sedangkan untuk penyebab bakteri paling sering oleh Campylobacter jejuni.
Lebih dari 60% kasus mempunyai faktor predisposisi antara satu sampai beberapa minggu sebelum onset, antara lain :
- Peradangan saluran napas bagian atas
- Vaksinasi
- Diare
- Kelelahan
- Peradangan masa nifas
- Tindakan bedah
- Demam yang tidak terlalu tinggi



Patofisiologi
Sistem imunitas tubuh normalnya menyerang benda dan organisme asing, tetapi pada penyakit Guillain Barre Syndrome (GBS), sistem imunitas malah menyerang sel saraf yang membawa impuls ke otak, sehingga pelindung serabut saraf (serabut myelin) menjadi rusak dan mempengaruhi proses penjalaran impuls sehingga menyebabkan kelemahan, keadaan mati rasa, ataupun kelumpuhan (paralisis).
Serabut myelin merupakan membran yang berlapis yang mengelilingi dan membungkus serabut saraf. Serabut myelin ini terdiri dari lipid, termasuk sfingomielin dan gangliosid.
Pada GBS, gangliosid merupakan target dari antibodi. Ikatan antibodi dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin. Alasan mengapa komponen normal dari serabut myelin ini menjadi target dari sistem imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh. Hal ini didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid dari tubuh manusia. Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang menyebabkan terjadinya diare, mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari gangliosid GM1. Pada kasus infeksi olehCampylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi pada degenerasi akson. Perubahan pada akson ini menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk merespon adanya epitop yang sama.
Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer. Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls saraf.

Gejala Klinik
Gejala dari penyakit GBS ini terjadi sangat cepat dan juga cepat memburuk. Adanya penurunan dari proses myelinisasi dari serabut saraf mengakibatkan terjadinya kelumpuhan otot dan hilangnya sensasi. Pada awalnya, gejala akan dirasakan terutama di daerah tungkai. Selanjutnya kelemahan dan adanya rasa nyeri akan menyebar ke seluruh tubuh terutama di bagian ekstremitas dan punggung bawah. Semakin besar serabut myelin yang hilang karena kerusakan yang terjadi, semakin buruk gejala yang timbul. Pada akhirnya kedua lengan dan kedua tungkai akan mengalami kelumpuhan hanya dalam beberapa hari.
Gejala klinik timbul secara mendadak atau perlahan-lahan dalam waktu beberapa jam sampai 2-4 minggu, biasanya setelah adanya infeksi gastrointestinal atau gangguan pernapasan. Masa prosresifitas tidak lebih dari 4 minggu.
Leneman (1966) dan Ravn (1967) membagi penderita GBS ke dalam 2 golongan, yaitu :
1. Kasus Primer
Gejala klinis yang timbul tanpa didahului atau disertai keadaan atau penyakit.
2. Kasus Sekunder
Gejala klinis timbul setelah didahului atai disertai suatu keadaan atau penyakit.

Keadaan atau penyakit yang menyertai :
1. Infeksi virus
2. Infeksi bakterial
3. Tindakan operasi
4. Pengobatan dengan demam
5. Proses keganasan
6. Kehamilan dan masa nifas
7. Vaksinasi
8. Penyakit lain :
- Alkoholisme dan penyakit hati
- Hipertiroid dan disfungsi adrenal
- Myasthenia gravis
- Sengatan serangga

Keluhan dan gejala awal tersering yang didapatkan adalah :
- Paresthesi
- Hipesthesi
- Kelumpuhan dan nyeri

Gejala Neurologis Maksimal
1. Gangguan Fungsi Motorik
Kelumpuhan otot dengan derajat kelumpuhan yang luas, mulai dari ataksia sampai kelumpuhan total.
2. Gangguan Saraf Kranialis
- Hampir seluruh saraf kranialis terkena kecuali N.I dan VIII.
- Sering terkena adalah N.VII (bilateral)
- N. IX dan X menyebabkan gangguan menelan dan berbicara
- N.III, IV, dan VI menyebabkan oftalmoplegia
3. Gejala Gangguan Sensibilitas
Lebih sering didapatkan pada anggota badan bagian bawah dibandingkan dengan anggota badan bagian atas dan distribusinya seperti sarung tangan dan kaus kaki (Glove-Stocking Phenomena).

4. Gangguan Fungsi Otonom
- Sekresi air liur, kelenjar keringat, bronkus
- Gangguan fungsi spingter
- Gangguan fungsi vasomotor
- Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Diagnosis
A. Gambaran yang diperlukan untuk diagnosa
- Kelemahan motorik secara progresif pada kedua lengan atau kedua tungkai
- Arefleksia; hilangnya refleks tendo yang biasanya menyeluruh
B. Gambaran yang menyokong diagnosa
- Progresifitas gejala dari beberapa hari sampai 4 minggu
- Relatif simetris
- Keluhan dan gejala sensibilitas ringan
- Saraf otak terkena; hampir 50% N.VII terkena dan sering bilateral. Saraf otak lainnya juga dapat terkena terutama saraf untuk lidah dan menelan.
- Penyembuhan dimulai dari 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, penyembuhan umumnya fungsionil dapat kembali
- Gangguan otonom; takikardia dan aritmia jantung, hipotensi
- Afebril pada saat onset
- Tingginya kadar protein dalam LCS tetapi kurang dari 10 x 106/L
- Variasi gambaran elektrodiagnostik
C. Gambaran yang tidak menyokong diagnose
- Terdapat riwayat infeksi diphteri disertai atau tanpa miokarditis dalam waktu hampir bersamaan
- Gambaran klinis yang sesuai dengan keracunan timah hitam atau lead neuropathy(kelumpuhan lengan dengan wrist drop, asimetris)
- Hilangnya sensasi yang murni tanpa adanya kelumpuhan

Diagnosis Banding
- Poliomielitis
- Mielitis Akut
- Neuropati Akut (diphteri, porfiria, intoksikasi obat)
- Hipokalemia

Tabel 1. Diagnosa Banding

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
- LED; umumnya normal atau sedikit meningkat
- Leukosit; umumnya dalam batas normal
- Hemoglobin; normal
2. Pemeriksaan cairan Serebrospinal
Kadang-kadang ditemukan protein yang meninggi tetapi jumlah sel masih dalam batas normal (disosiasi sitoalbuminik).
3. EKG
- Gelombang T yang mendatar atau terbalik
- Peninggian kompleks QRS
- Deviasi sumbu ke kiri
- Penurunan segmen ST
- Memanjangnya interval QT
- Kelainan ini dapat terjadi pada keadaan tekanan darah normal dan tidak ada hubungannya dengan derajat kelumpuhan.
4. EMG
Gangguan konduksi serta perubahan pola kontraksi otot.
Terapi
Dikarenakan etiologi yang belum jelas, sehingga pengobatan biasanya bersifat simptomatis dan suportif.
a. Terapi Suportif (Umum)
- Monitor respirasi, bila perlu lakukan trakeostomi
- Pasang NGT
- Monitor EKG
- Fisioterapi aktif menjelang masa penyembuhan untuk mengembalikan fungsi alat gerak, menjaga fleksibilitas otot, berjalan dan keseimbangan
- Fisioterapi pasif setelah terjadi masa penyembuhan untuk memulihkan kekuatan otot.
b. Terapi Simptomatis (Khusus)
- Plasmaphoresis
Pertukaran plasma yang ditujukan untuk membuang antibodi yang rusak. Tindakan ini dipercaya dapat membebaskan plasma darah dari antibodi yang rusak yang menyerang sistem saraf tepi.
- Imunoglobulin intravena
Immunoglobulin donor mengandung antibodi yang sehat. Dosis tinggi dapat mengurangi jumlah antibodi yang sudah rusak.
- Kortikosteroid
Belum terbukti manfaatnya. Interferonβ pernah dilaporkan pada beberapa kasus tetapi efisiensi dan efikasinya belum teruji secara klinis.

Prognosis
Pada umumnya mempunyai prognosa yang baik, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa.
- 65% penderita mengalami penyembuhan hampir sempurna dengan defisit yang minimal
- 15% penderita mengalami penyembuhan neurologis yang sempurna
- 5-10% mempunyai disabilitas yang permanen
- 5-8% kematian



Prognosa akan semakin buruk bila :
- Umur > 60 tahun
- Progresifitas menjadi quadriparesis < 7 hari
- Membutuhkan bantuan ventilator

Pada sebagian besar penderita anak-anak akan mempunyai gejala sisa bila penyembuhan baru terjadi setelah 18 hari dan timbul gejala neurologis maksimal.