Rabu, 09 Maret 2011

Guillain Barre Syndrome (GBS)

Guillain Barre Syndrome (GBS) atau yang dikenal dengan Acute Inflammatory Idiopathic Polyneuropathy (AIIP) atau yang bisa juga disebut sebagai Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) adalah suatu penyakit pada susunan saraf yang terjadi secara akut dan menyeluruh, terutama mengenai radiks dan saraf tepi, kadang-kadang mengenai saraf otak yang didahului oleh infeksi. Penyakit ini merupakan penyakit dimana sistem imunitas tubuh menyerang sel saraf.
Kelumpuhan dimulai pada bagian distal ekstremitas bawah dan dapat naik ke arah kranial (Ascending Paralysis).

Etiologi
Kondisi yang khas adalah adanya kelumpuhan yang simetris secara cepat yang terjadi pada ekstremitas yang pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi viral. Tetapi dalam beberapa kasus juga terdapat data bahwa penyakit ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan autoimun.
Penyebab yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Tetapi pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi viral. Virus yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah Cytomegalovirus (CMV), HIV, Measles dan Herpes Simplex Virus. Sedangkan untuk penyebab bakteri paling sering oleh Campylobacter jejuni.
Lebih dari 60% kasus mempunyai faktor predisposisi antara satu sampai beberapa minggu sebelum onset, antara lain :
- Peradangan saluran napas bagian atas
- Vaksinasi
- Diare
- Kelelahan
- Peradangan masa nifas
- Tindakan bedah
- Demam yang tidak terlalu tinggi



Patofisiologi
Sistem imunitas tubuh normalnya menyerang benda dan organisme asing, tetapi pada penyakit Guillain Barre Syndrome (GBS), sistem imunitas malah menyerang sel saraf yang membawa impuls ke otak, sehingga pelindung serabut saraf (serabut myelin) menjadi rusak dan mempengaruhi proses penjalaran impuls sehingga menyebabkan kelemahan, keadaan mati rasa, ataupun kelumpuhan (paralisis).
Serabut myelin merupakan membran yang berlapis yang mengelilingi dan membungkus serabut saraf. Serabut myelin ini terdiri dari lipid, termasuk sfingomielin dan gangliosid.
Pada GBS, gangliosid merupakan target dari antibodi. Ikatan antibodi dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin. Alasan mengapa komponen normal dari serabut myelin ini menjadi target dari sistem imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh. Hal ini didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid dari tubuh manusia. Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang menyebabkan terjadinya diare, mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari gangliosid GM1. Pada kasus infeksi olehCampylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi pada degenerasi akson. Perubahan pada akson ini menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk merespon adanya epitop yang sama.
Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer. Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls saraf.

Gejala Klinik
Gejala dari penyakit GBS ini terjadi sangat cepat dan juga cepat memburuk. Adanya penurunan dari proses myelinisasi dari serabut saraf mengakibatkan terjadinya kelumpuhan otot dan hilangnya sensasi. Pada awalnya, gejala akan dirasakan terutama di daerah tungkai. Selanjutnya kelemahan dan adanya rasa nyeri akan menyebar ke seluruh tubuh terutama di bagian ekstremitas dan punggung bawah. Semakin besar serabut myelin yang hilang karena kerusakan yang terjadi, semakin buruk gejala yang timbul. Pada akhirnya kedua lengan dan kedua tungkai akan mengalami kelumpuhan hanya dalam beberapa hari.
Gejala klinik timbul secara mendadak atau perlahan-lahan dalam waktu beberapa jam sampai 2-4 minggu, biasanya setelah adanya infeksi gastrointestinal atau gangguan pernapasan. Masa prosresifitas tidak lebih dari 4 minggu.
Leneman (1966) dan Ravn (1967) membagi penderita GBS ke dalam 2 golongan, yaitu :
1. Kasus Primer
Gejala klinis yang timbul tanpa didahului atau disertai keadaan atau penyakit.
2. Kasus Sekunder
Gejala klinis timbul setelah didahului atai disertai suatu keadaan atau penyakit.

Keadaan atau penyakit yang menyertai :
1. Infeksi virus
2. Infeksi bakterial
3. Tindakan operasi
4. Pengobatan dengan demam
5. Proses keganasan
6. Kehamilan dan masa nifas
7. Vaksinasi
8. Penyakit lain :
- Alkoholisme dan penyakit hati
- Hipertiroid dan disfungsi adrenal
- Myasthenia gravis
- Sengatan serangga

Keluhan dan gejala awal tersering yang didapatkan adalah :
- Paresthesi
- Hipesthesi
- Kelumpuhan dan nyeri

Gejala Neurologis Maksimal
1. Gangguan Fungsi Motorik
Kelumpuhan otot dengan derajat kelumpuhan yang luas, mulai dari ataksia sampai kelumpuhan total.
2. Gangguan Saraf Kranialis
- Hampir seluruh saraf kranialis terkena kecuali N.I dan VIII.
- Sering terkena adalah N.VII (bilateral)
- N. IX dan X menyebabkan gangguan menelan dan berbicara
- N.III, IV, dan VI menyebabkan oftalmoplegia
3. Gejala Gangguan Sensibilitas
Lebih sering didapatkan pada anggota badan bagian bawah dibandingkan dengan anggota badan bagian atas dan distribusinya seperti sarung tangan dan kaus kaki (Glove-Stocking Phenomena).

4. Gangguan Fungsi Otonom
- Sekresi air liur, kelenjar keringat, bronkus
- Gangguan fungsi spingter
- Gangguan fungsi vasomotor
- Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Diagnosis
A. Gambaran yang diperlukan untuk diagnosa
- Kelemahan motorik secara progresif pada kedua lengan atau kedua tungkai
- Arefleksia; hilangnya refleks tendo yang biasanya menyeluruh
B. Gambaran yang menyokong diagnosa
- Progresifitas gejala dari beberapa hari sampai 4 minggu
- Relatif simetris
- Keluhan dan gejala sensibilitas ringan
- Saraf otak terkena; hampir 50% N.VII terkena dan sering bilateral. Saraf otak lainnya juga dapat terkena terutama saraf untuk lidah dan menelan.
- Penyembuhan dimulai dari 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, penyembuhan umumnya fungsionil dapat kembali
- Gangguan otonom; takikardia dan aritmia jantung, hipotensi
- Afebril pada saat onset
- Tingginya kadar protein dalam LCS tetapi kurang dari 10 x 106/L
- Variasi gambaran elektrodiagnostik
C. Gambaran yang tidak menyokong diagnose
- Terdapat riwayat infeksi diphteri disertai atau tanpa miokarditis dalam waktu hampir bersamaan
- Gambaran klinis yang sesuai dengan keracunan timah hitam atau lead neuropathy(kelumpuhan lengan dengan wrist drop, asimetris)
- Hilangnya sensasi yang murni tanpa adanya kelumpuhan

Diagnosis Banding
- Poliomielitis
- Mielitis Akut
- Neuropati Akut (diphteri, porfiria, intoksikasi obat)
- Hipokalemia

Tabel 1. Diagnosa Banding

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
- LED; umumnya normal atau sedikit meningkat
- Leukosit; umumnya dalam batas normal
- Hemoglobin; normal
2. Pemeriksaan cairan Serebrospinal
Kadang-kadang ditemukan protein yang meninggi tetapi jumlah sel masih dalam batas normal (disosiasi sitoalbuminik).
3. EKG
- Gelombang T yang mendatar atau terbalik
- Peninggian kompleks QRS
- Deviasi sumbu ke kiri
- Penurunan segmen ST
- Memanjangnya interval QT
- Kelainan ini dapat terjadi pada keadaan tekanan darah normal dan tidak ada hubungannya dengan derajat kelumpuhan.
4. EMG
Gangguan konduksi serta perubahan pola kontraksi otot.
Terapi
Dikarenakan etiologi yang belum jelas, sehingga pengobatan biasanya bersifat simptomatis dan suportif.
a. Terapi Suportif (Umum)
- Monitor respirasi, bila perlu lakukan trakeostomi
- Pasang NGT
- Monitor EKG
- Fisioterapi aktif menjelang masa penyembuhan untuk mengembalikan fungsi alat gerak, menjaga fleksibilitas otot, berjalan dan keseimbangan
- Fisioterapi pasif setelah terjadi masa penyembuhan untuk memulihkan kekuatan otot.
b. Terapi Simptomatis (Khusus)
- Plasmaphoresis
Pertukaran plasma yang ditujukan untuk membuang antibodi yang rusak. Tindakan ini dipercaya dapat membebaskan plasma darah dari antibodi yang rusak yang menyerang sistem saraf tepi.
- Imunoglobulin intravena
Immunoglobulin donor mengandung antibodi yang sehat. Dosis tinggi dapat mengurangi jumlah antibodi yang sudah rusak.
- Kortikosteroid
Belum terbukti manfaatnya. Interferonβ pernah dilaporkan pada beberapa kasus tetapi efisiensi dan efikasinya belum teruji secara klinis.

Prognosis
Pada umumnya mempunyai prognosa yang baik, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa.
- 65% penderita mengalami penyembuhan hampir sempurna dengan defisit yang minimal
- 15% penderita mengalami penyembuhan neurologis yang sempurna
- 5-10% mempunyai disabilitas yang permanen
- 5-8% kematian



Prognosa akan semakin buruk bila :
- Umur > 60 tahun
- Progresifitas menjadi quadriparesis < 7 hari
- Membutuhkan bantuan ventilator

Pada sebagian besar penderita anak-anak akan mempunyai gejala sisa bila penyembuhan baru terjadi setelah 18 hari dan timbul gejala neurologis maksimal.

1 komentar:

  1. maaf untuk pemeriksaan penunjang dapat dari referensi dimana ? saya mau cari bukunya, mohon bantuannya?

    BalasHapus